Jakarta (ANTARA) - Cantik, mirip, dan identik, mungkin itu kata yang pas disematkan bagi Felicia Widyadhana dan Felita Widyadhana jika melihat sekilas mereka berdua.

Felicia dan Felita memang anak kembar. Kelahiran mereka hanya terpaut 19 menit, Felicia lebih dulu. Hebatnya, sang ibu menjalani persalinan secara normal, tanpa operasi.

Hampir pasti, banyak orang bakal sering keliru mengenali wajah mereka berdua andai saja si Felita tak tampil dengan rambut sedikit pirang yang menjadi pembeda dengan saudari kembarnya.

Mereka adalah atlet bola tangan, cabang olahraga yang baru kali pertama dipertandingkan di Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua.

Ternyata, masih ada satu lagi saudaranya yang juga masuk Tim Jawa Timur (Jatim) di PON Papua, namanya Fiona Widya Ratri. Sama jelita. Hanya saja, Fiona berusia tiga tahun lebih muda.

Baca juga: Menang tipis, Kaltim gondol emas bola tangan putri
Baca juga: DKI Jakarta rebut emas bola tangan putra


Di ajang olahraga multievent inilah, mereka bertiga tampil bersama memperkuat tanah kelahirannya, Jawa Timur.

"Kami tiga bersaudara. Saya sama Felita yang kembar, lalu Fiona yang paling kecil," tutur Felicia ramah.
 
Felicia Widya Dhana (HO/Dokumen pribadi)


Atlet kelahiran Surabaya, 25 November 1999 itu menceritakan awal mereka berdua terjun di olahraga bola tangan medio 2016 adalah karena diajak teman.

Namun, si bungsu Fiona belum ikut. Hanya mereka berdua. Karena kurang familiar, mereka pun semula tak tahu mengenai olahraga bola tangan dan berniat mencoba-coba.

Kala itu, mereka tergabung di sebuah klub di Surabaya, dan secara kebetulan ada seleksi untuk mewakili Jatim di eksibisi PON 2016 di Jawa Barat.

Mereka berdua dinyatakan lolos seleksi, dan sejak itulah menekuni olahraga yang sebetulnya sudah ada sejak zaman Yunani Kuno, hingga bisa berlaga di PON Papua seperti sekarang.

Sebenarnya, awalnya mereka berdua sempat juga mencoba olahraga voli, tetapi cuma sebentar sebelum akhirnya memilih banting setir ke bola tangan.

Baca juga: Pelatih bola tangan putri Jatim soroti keegoisan pemain


Lebih menantang

Keputusan mereka pindah ke bola tangan bukan tanpa alasan. Di voli, mereka jujur merasa kalah bersaing dan tidak bisa mencetak prestasi secara maksimal.

Tetapi, keputusan mereka sepertinya tak salah, sebab di bola tangan malah lebih bisa menikmati dan merasakan berbagai ajang kejuaraan.

Tak melulu soal prestasi, adrenalin mereka juga lebih terpacu di bola tangan. Keseruan dan tantangan permainan menjadi penyemangat mereka berlaga di lapangan.

"Kalau voli kan enggak ada 'body contact', bola tangan ada. Lebih ekstrem saja," ujar Felicia, ditimpali kembarannya, "Iya, lebih seru."

Memang, olahraga bola tangan atau dalam istilah asing "handball" membuat pemainnya beradu badan dengan lawan dalam menggiring bola ke gawang lawan, mirip antara basket dan futsal.

Akan tetapi, bola tangan tak cukup hanya mengandalkan postur tubuh. Nyatanya, ada tim yang kebanyakan pemainnya bertubuh mungil malah terbukti lebih lincah mengobrak-abrik pertahanan lawan.

"Kecepatan, komunikasi, dan kerja sama (antarpemain) juga menentukan," kata Felicia yang punya hobi mendengarkan musik.

Baca juga: Kaltim bangga ukir sejarah medali emas pertama bola tangan
Dari kiri: Felita, Fiona, dan Felicia (HO/Dokumen pribadi)

Di permainan bola tangan, mereka bertiga pun memiliki peran berbeda. Felicia dengan nomor punggung 11 berposisi sebagai bek tengah, Felita (25) sebagai bek kanan, sementara Fiona (7) berperan sebagai pivot di garis depan

Felita juga tercatat sebagai atlet pelatihan nasional (pelatnas) yang memperkuat Indonesia di Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang.

Hanya Felita yang lolos saat itu, sementara Felicia tidak. Namun, justru itulah yang akhirnya membuat Fiona mengikuti jejak kedua kakaknya berkecimpung di bola tangan.
Fiona Widya Ratri (HO/Dokumen pribadi)


Karena Felita masuk pelatnas, gantian Fiona yang diajak sang kakak, Felicia, untuk menemaninya berlatih bola tangan.

"Awal-awal ya diajak Mbak Felicia tahun 2018. Karena Mbak Felita kan ikut Asian Games, Felicia sendirian enggak ada temene (temannya)," kekeh Fiona yang akhirnya jatuh cinta juga dengan bola tangan.

Baca juga: Pelatih bola tangan putra DKI bocorkan kunci raih emas


Masa depan bola tangan

Fiona pun merasa bangga bisa bermain di pertandingan bola tangan di PON bareng kedua kakaknya. Apalagi, di tanah Papua yang baru pertama kali dijajakinya.

Meski baru pertama kali dipertandingkan di PON, putri pasangan Sigit Tri Widodo-Theresia Sutjiowati tak menyangka melihat antusiasme penonton yang cukup besar dalam mendukung tim kesayangannya.

Tak hanya suporter tim tuan rumah, pendukung Jatim yang menamakan diri "Bonek Timika Papua" pun hadir di GOR Futsal Mimika yang menjadi arena pertandingan bola tangan.

Mengenakan kostum berwarna kebesaran hijau, plus bendera, tetabuhan, dan genderang, Bonek Timika Papua ada dalam setiap pertandingan yang dimainkan Jatim. Sayang, Jatim tak lolos semifinal karena kalah poin dengan tuan rumah.

Fiona tak patah semangat. Dara kelahiran 12 juni 2002 itu berharap semakin banyak yang mengenal olahraga bola tangan setelah resmi dimainkan sebagai cabang olahraga di PON Papua.
Felita Widyadhana (HO/Dokumen pribadi)


Baca juga: Polda Papua siap rekrut atlet PON berprestasi yang ingin jadi polisi

Felita, sang kakak yang punya pengalaman bermain di ajang internasional pun memiliki harapan yang sama. Apalagi, sudah sejak lama bola tangan dipertandingkan secara resmi di Olimpiade.

Bermain di Asian Games 2018, pemilik zodiak Sagitarius itu merasakan aura persaingan yang lebih kuat dari negara lain. Indonesia pun hanya menang dari Malaysia.

"Lawannya dari Thailand, Jepang, Hongkong, Korea Utara, sama Malaysia. Menang cuma sama Malaysia. Ya gimana, kayak Jepang itu, bola tangan sudah dari kecil dilatih," ujar penyuka drama Korea itu.

Karena itu, Felita berharap permainan bola tangan bisa semakin dikenal dan diperhatikan oleh pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Dengan begitu, pembinaan atlet akan lebih matang.

Beberapa pemda pun sudah mulai memberikan perhatian khusus terhadap olahraga bola tangan dengan mengajarkannya sebagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, seperti Kalimantan Timur dan Jawa Barat.

Tak heran jika dua provinsi itu mengirimkan tim putra-putri bola tangan andalannya di PON Papua, sekaligus sama-sama tampil sebagai juara grup di babak penyisihan.

Ke depan, sebagaimana harapan tiga Srikandi dari Kota Pahlawan, semoga bola tangan di Indonesia semakin maju, semakin banyak digemari masyarakat, semakin rutin dipertandingkan, dan terus berprestasi mengoleksi medali untuk negeri.

Baca juga: Menpora Amali dapat apresiasi Wapres soal pelaksanaan PON Papua
Baca juga: Pen tertanam di tangan, Adinda jadi peraih emas terbanyak PON Papua

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bayu Kuncahyo
COPYRIGHT © ANTARA 2021