Jakarta (ANTARA) - Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menandatangani nota kesepahaman atau MoU dengan Indonesia Anti-Doping Organization (IADO), sebagai salah satu bentuk kepatuhan Indonesia terhadap World Anti-Doping Code.

Ketua Umum KOI Raja Sapta Oktohari berharap langkah yang dilakukan tersebut dapat membuat Indonesia terbebas dari doping, setelah sempat terkena sanksi pada akhir tahun lalu hingga awal tahun ini.

Lebih dari itu, teken MoU tersebut sekaligus menunjukkan kesiapan sebagai tuan rumah dari berbagai ajang internasional pada tahun depan.

"Harapan besar agar IADO semakin kuat dan Indonesia bisa dipastikan bebas dari doping.Ekspektasinya juga sangat besar kita banyak sekali event-event yang dilakukan di Indonesia, jangan sampai kualitas kita enggak dipercaya," ujar Raja Sapta dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.

"IADO itu bukan menangkap atlet yang menggunakan doping, tapi tugas utamanya adalah mensosialisasikan sehingga atlet atau ofisial tidak salah langkah."

Baca juga: KONI Pusat dan IADO bakal masifkan pendidikan anti-doping di Indonesia

Ketua Umum Indonesia Anti-Doping Organization (IADO) Gatot S. Dewa Broto mengatakan penandatanganan nota kesepahaman tersebut akan dilaporkan langsung kepada Badan Antidoping Dunia (WADA).

IADO juga akan melakukan edukasi anti-doping kepada para atlet yang akan berangkat keluar negeri, juga mereka yang akan bertanding pada ajang-ajang internasional di Indonesia.

"Edukasi itu bukan berarti jaminan yang bersangkutan itu sudah bebas doping ya, tapi setidaknya itu menjadi persyaratan yang paling pokok, karena jangan sampai mereka tidak tahu dan edukasinya pun harus jauh-jauh hari, paling tidak dua bulan sebelum event itu berlangsung, tidak mendadak sekali," kata Gatot.

"Di sisi lain, tahun depan itu NOC punya gawe ANOC Beach Game, di luar itu ada Piala Dunia FIFA U-20, kemudian FIBA World Cup, itu juga menjadi concern kami di luar berbagai event yang lain, plus yang paling dekat ada SEA Games di Kamboja, itu menjadi perhatian kami."

Gatot mengatakan IADO juga akan mensosialisasikan 11 larangan WADA, yang di dalamnya tidak hanya soal mengkonsumsi zat terlarang.

Dia menyebutkan beberapa contoh kasus atlet terancam dikenai sanksi doping, di antaranya atlet abai atau mengelak untuk diperiksa, atlet mengulur waktu untuk diperiksa, pelatih atau atlet yang bersangkutan mengancam orang lain untuk menggunakan zat terlarang.

"Jadi, tidak semata-mata minum atau makan yang terlarang, pergerakan dari orang juga terancam doping," ujar Gatot.

Baca juga: Terbebas dari sanksi WADA, LADI ganti nama jadi IADO

Sebagai langkah awal, Gatot mengatakan IADO telah melakukan sosialisasi ke 15 provinsi -- mengacu pada 15 provinsi terbaik selama lima periode PON terakhir -- pada September lalu hingga berakhir hari ini.

Selain itu, IADO, yang merupakan transformasi dari Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) yang resmi berganti nama pada Februari lalu, juga telah melengkapi situs web resminya dengan berbagai informasi dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

"Di web kami Indonesia ada, bahasa Inggris ada. Tinggal diklik aja, makanya enggak pernah seperti itu. Zat yang terlarang juga ada, sehingga atlet itu enggak usah kita kasih buku kita cetakkan, tapi tinggal klik saja sudah tahu," kata Gatot.

"Persoalannya adalah atlet itu tidak tahu bahasa generiknya kesehatan, kita wajibkan pada atlet untuk menanyakan kepada dokter karena dokter lah yang tahu."

Selanjutnya, Gatot menambahkan, IADO akan menggelar seminar akbar pada 30 November 2022 mendatang dengan menggandeng berbagai pemangku kepentingan, juga menghadirkan berbagai pembicara, termasuk Ketua Umum KOI dan mantan atlet.

Baca juga: Lima atlet PON Papua terbukti positif doping

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Irwan Suhirwandi
COPYRIGHT © ANTARA 2022