Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Rabu pagi, merosot tajam mendekati angka Rp9.200 per dolar AS tertekan oleh kenaikan harga minyak mentah dunia yang mencapai di atas 119 dolar AS per barel. "Kenaikan harga minyak mentah dunia itu, akibat berkurangnya suplai dari Nigeria yang merupakan salah satu negara produsen minyak mentah terbesar dan kekhawatiran atas aksi mogok di Skotlandia," kata Direktur Utama PT Finance Corpindo, Edwin Sinaga di Jakarta, Rabu. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun 14 poin menjadi Rp9.199/9.200 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.185/9.191. Menurut dia, kenaikan harga minyak mentah dunia itu juga mengakibatkan defisit anggaran pendapatan belanja negara makin besar, yang mendorong pelaku pasar memburu dolar AS sambil menunggu hasil pertemuan bank sentral AS (The Fed). The Fed dalam pertemuan itu berencana menurunkan suku bunga acuan (Fed fund) sebesar 50 basis poin menjadi 1,75 persen dari sebelumnya 2,25 persen, katanya. Rupiah, lanjut dia, sentimen positif dari The Fed kemungkinan akan terimbas oleh kenaikan harga minyak mentah dunia yang diperkirakan akan masih terjadi. Harga minyak mentah dunia berpeluang untuk menguat terpicu oleh besarnya permintaan dari China yang merupakan konsumen terbesar kedua setelah Amerika Serikat, ucapnya. Mata uang Indonesia itu, menurut dia, juga tertekan oleh memburuknya pasar saham regional, seperti indeks Nikkei Jepang yang merosot 0,2 persen sebesar 29,92 poin menjadi 13.538,83. "Kami optimis rupiah pada penutupan sore nanti diperkirakan akan tetap terpuruk melihat besarnya faktor negatif di pasar yang menekan mata uang lokal itu," ucapnya. Sementara itu, dolar AS terhadap yen turun 0,1 persen menjadi 102,92, euro turun 0,1 persen menjadi 164,40 yen dan euro terhadap dolar AS turun 01, persen menjadi 1,5975. Dolar AS di pasar regional melemah, karena pelaku pasar khawatir dengan pertumbuhan ekonomi AS yang makin melambat, kata Edwin Sinaga.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008