Jakarta (ANTARA News) - Produsen nikel PT Inco Tbk dalam perpanjangan kontrak karya dengan pemerintah Indonesia akan menggunakan harga nikel di bursa London sebagai acuan. Meski sempat berbeda pendapat, baik pemerintah Indonesia maupun Inco telah sepakat menggunakan acuan harga nikel di bursa London. Hanya persoalan besaran royalti yang masih akan dibicarakan lebih lanjut antara kedua pihak. "KK (kontrak karya) I yang ditandatangani pada tahun 1968 sudah berakhir pada Maret 2008. Maka dalam Kontrak Karya Kedua (KK II) perseroan akan menggunakan seperti KK I yakni mengacu pada harga nikel di bursa London," kata Presiden Direktur Inco Arif Siregar di Jakarta, Senin. Menurut Arif, pada awalnya pemerintah Indonesia menginginkan kontak karya ke-II menggunakan patokan harga pemerintah yaitu 78 dolar AS per ton. Namun akhirnya pemerintah mencabutnya dan sepakat menggunakan patokan harga di bursa London. Sesuai kontak karya I, Inco membayar royalti kepada pemerintah 1,1 persen dari penjualan atau mencapai 16 juta dolar AS pada 2007. Dalam kontrak karya baru, royalti akan dibayarkan pada kuartal kedua atau bulan Juni 2008. Perundingan antara Inco dengan Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral sudah dimulai sejak akhir 2007 dan telah melewati tiga kali pertemuan. Menurutnya, pada pekan lalu kedua pihak sudah menemui kata sepakat mengenai cara menghitung royalti, namun belum bicara besaran angka royalti. "Selama kedua pihak sepakat maka Inco akan menuruti saja. Lagipula dalam proposal KK yang diajukan Inco, pemerintah akan mendapat royalti yang lebih besar daripada KK I," tambahnya. Dia menambahkan royalti yang diterima pemerintah jangan dinilai terlalu sempit karena masih ada 13 komponen yang dibayarkan pada pemerintah dan royalti itu bagian kecilnya. Tahun lalu ada 500 juta dolar AS yang dibayarkan Inco kepada pemerintah Indonesia. (*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008