Jakarta, (ANTARA News) - Pemerintah mengakui kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan memicu laju inflasi terutama pada bulan saat kenaikan itu dilaksanakan. Dari hitungan yang dilakukan, kenaikan BBM sebesar 30 persen memicu tambahan inflasi bulanan sekitar 2,7 persen. "Memang kenaikan harga BBM akan memicu inflasi. Tetapi kita akan mencari hitung-hitungan yang paling rendah," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa malam (6/5). Menkeu menyebutkan, saat kenaikan BBM pada 2005, inflasi year on year (tahunan) pada bulan bersangkutan mencapai 8,8 persen, inflasi selanjutnya 8,12 persen, dan 8,04 persen. Sedangkan inflasi bulanan pada bulan saat kenaikan dilaksanakan, tercatat tambahan 1,91 persen dan dua bulan berikutnya masing-masing 0,34 persen dan 0,21 persen. "Tapi situasi 2008 berbeda karena ada tambahan juga dari kenaikan harga pangan, inflasi kemungkinan bisa lebih tinggi. Hitungan kita untuk month to month pada bulan bersangkutan dengan kenaikan harga BBM 30 persen, tambahannya 2,7 persen, dan bulan-bulan selanjutnya 0,4 persen dan 0,35 persen," kata Menkeu. Pemerintah bersama Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan inflasi di dalam negeri. Saat ini inflasi regional rata-rata di atas 8 persen, bahkan ada negara yang mendekati 9 persen seperti Filipina. "Masih untung kemarin saat harga beras melambung, panen kita membaik sehingga inflasi tidak terlalu tinggi dan ini bisa jadi bantalan," ujarnya. Menkeu mengatakan, dengan melihat sisi kemampuan pemerintah, kenaikan harga BBM sebesar 20 hingga 30 persen masih bisa diserap masyarakat dan dunia usaha, sehingga APBN bisa menjalankan fungsinya dengan baik. "Pemerintah mengamankan APBN karena untuk mengamankan lapisan masyarakat khususnya yang terbawah diperlukan APBN yang sehat. Kita tidak mungkin dapat melindungi masyarakat jika APBN kita tidak sehat," kata Menkeu. (*)

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2008