Jakarta (ANTARA News) - Sebagai partai terbesar kedua (sesuai hasil Pemilu 2004) di Indonesia, PDI Perjuangan terkesan memilih sikap moderat terhadap aliran Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang oleh umat Islam dianggap ajaran sesat. "PDI Perjuangan merupakan partai nasionalis yang selalu menjaga kemajemukan dan memelihara toleransi seluruh warga, tanpa melihat kepada berbagai latar belakangnya," kata Rahadi Zakariah, salah satu pentolan PDI Perjuangan di Jakarta, Rabu, saat menyampaikan pidato politik atas nama DPP PDI Perjuangan pada HUT ke-1 Bamusi di Halaman Kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri sendiri tidak hadir pada acara itu, karena sedang menghadiri silaturahmi partainya di Provinsi Bali. Sikap yang terkesan moderat PDI Perjuangan atas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) itu, kemudian diperkuat oleh kopi cuplikan tulisan Ir Soekarno (Bung Karno), presiden pertama Republik Indonesia, dengan judul "Tidak Percaya Bahwa Mirza Gulam Ahmad Adalah Nabi", sebagaimana dimuat dalam buku "di Bawah Bendera Revolusi", terbitan Yayasan Bung Karno, cetakan V, Juni 2005, halaman 345 - 347. "Kami berpendapat, itulah sikap partai terhadap JAI. Baca saja itu," kata Rahadi Zakariah, salah satu pentolan PDI Perjuangan. Hal senada juga dilontarkan aktivis PDI Perjuangan lainnya, Kristiya Kartika dan Riad Oscha Khalik, dengan menunjuk selebaran kopi tulisan Bung Karno itu yang dibagikan kepada lebih 500 undangan pada acara tersebut. Kelebaran penglihatan Salah satu cuplikan pemikiran Bung Karno tentang JAI yang dibagi-bagikan kepada undangan tersebut, berbunyi: "... dan mengenai Ahmadiyah, walaupun beberapa `fatsa` di dalam mereka punya visi saya tolak dengan yakin, `toch` pada umumnya ada mereka punya `features` yang saya setujui" mereka punya rasionalisme, mereka punya kelebaran penglihatan (`broadmindness`), mereka punya modernisme, mereka punya kelebaran penglihatan (`broadmindedness`), mereka mempunyai modernisme, mereka punya hati-hati terhadap kepada hadist, mereka punya `streven Quran; sahaja dulu, mereka punya `systematische aannemelik making van den Islam`..." Selain kalimat itu, Bung Karno juga menulis: "... maka oleh karena itulah, walaupun ada beberapa fatasal dari Ahmadiyah tidak saya setujui dan malahan saya tolak, misalnya mereka punya "pengeramatan" kepada Mirza Gulam Ahmad, dan mereka punya kecintaan kepada imperialisme Inggeris, `toch` saya merasa wajib berterima kasih atas faedah-faedah dan penerangan-penerangan yang telah saya dapatkan dari mereka punya tulisan-tulisan yang `rationeel`, modern, `broad-minded` dan logis itu...". Baik Pramono Anung, Rahadi Zakariah, Riad Oscha Khalik dan Kristiya Kartika, sama-sama mendukung pemikiran Bung Karno, yang menyatakan, "Islam adalah satu agama yang luas yang menuju kepada persatuan manusia". "Karena itu, Bung Karno pun dengan terus terang menyatakan wajib berterima kasih atas pemikiran-pemikiran dari kalangan Ahmadiyah itu, sebagai suatu aset bangsa dan umat manusia," kata Rahadi Zakariah.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008