Brisbane (ANTARA News) - Krisis energi dan pangan dunia yang dampaknya kini turut dirasakan Indonesia mengemuka dalam acara silaturrahmi Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ardhayadi Mitroatmodjo, dengan belasan mahasiswa Indonesia di Brisbane, Sabtu malam. Dalam acara yang berlangsung di Restoran "Jakarta" Brisbane itu, ia mengatakan, masalah krisis pangan dan energi ini sebenarnya sudah pernah diprediksi dalam sebuah seminar di London saat ia bertugas sebagai kepala perwakilan BI di sana dua tahun lalu. "Isu krisis energi dan pangan dunia sudah pernah kita angkat dalam seminar di London dua tahun lalu," katanya. Dalam menghadapi krisis energi ini, Inggris dan negara-negara Eropa tampak sudah lebih siap karena mereka sudah mengantisipasinya sejak lama melalui pengembangan sumber-sumber energi alternatif serta riset-riset terpadu di antara negara-negara itu, katanya. Pengalaman negara-negara Eropa yang pernah "shock" (terpukul) dengan melambungnya harga minyak bumi tahun 1970-an telah mendorong mereka untuk berfikir keras dalam merumuskan strategi pengamanan energi jangka panjang mereka, katanya. Perancis misalnya mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir, sedangkan Spanyol memanfaatkan energi matahari secara luar biasa disamping pengembangan sumber-sumber bahan bakar nabati (biofuel), katanya. "Pendekatan ini membuat mereka lebih siap dalam menghadapi krisis energi sekarang," kata Ardhayadi yang menduduki jabatan Deputi Gubernur BI sejak 29 November 2007 itu. Dalam persoalan "biofuel", Laporan Randy Schnepf, spesialis masalah kebijakan pertanian, bertajuk "Kebijakan Bahan Bakar Nabati Uni Eropa dan Pertanian: Sebuah Tinjauan" tahun 2006, menyebutkan, pada 2004, Uni Eropa memproduksi sekitar 768 juta galon bahan bakar nabati. Bagi para mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Australia, pengalaman Australia dalam mengembangkan sumber-sumber energi alternatif untuk mendukung keamanan energi dan pangannya bisa dijadikan masukan bagi Indonesia, katanya. Acara silaturrahmi Ardhayadi Mitroatmodjo dengan 16 orang mahasiswa Indonesia itu digagas Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Universitas Queensland (UQISA).(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008