Semarang (ANTARA News) - Gabungan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Senat Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Senin, melakukan unjuk rasa di depan Kantor Pertamina Pemasaran BBM Ritail Regional IV Jateng/DIY menolak rencana kenaikan harga BBM. Aksi puluhan mahasiswa yang tergabung dalam "Solidaritas Mahasiswa Tolak Kenaikan BBM" tersebut tertahan di depan pintu gerbang Kantor Pertamina karena pintu ditutup dan dijaga puluhan polisi yang berjajar di depan pintu gerbang. Selain menggelar orasi, mereka menggelar sejumlah poster dan spanduk, antara lain berbunyi "tolak kenaikan BBM", "tolak uji coba kemiskinan", "jangan tambah kesengsaraan rakyat", "BBM naik rakyat menderita", dan "buka mata, buka hati tolak kenaikan BBM". Koordinator aksi, Kristiawanto mengatakan, pada akhir Mei 2008, pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi. Besaran kenaikan mencapai 28,7 persen. Dengan kenaikan tersebut dapat dipastikan beban masyarakat dan kemiskinan akan bertambah karena sebelum kenaikan harga BBM rakyat sudah dibuat pusing dengan kenaikan harga sembako. BLT pembodohan terhadap rakyat, pesta untuk para oknum korup Bersamaan dengan rencana kenaikan BBM, katanya, pemerintah menyiapkan beberapa langkah antisipasi terhadap gejolak yang terjadi, yakni dengan program bantuan langsung tunai (BLT) dan subsidi pendidikan, kesehatan, dan pembangunan. "Kami mengkritik keras terhadap kebijakan tersebut karena BLT terbukti tidak efektif diterapkan, pembodohan terhadap rakyat. Sedangkan subsidi rawan terhadap berbagai penyimpangan oleh oknum bermental korup," katanya. Dalam aksi tersebut, mereka menuntut agar pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK) berhati-hati dalam mengambil keputusan. Mereka juga meminta agar memotong tunjangan anggaran legislatif dan eksekutif untuk subsidi rakyat miskin. Mereka juga menuntut optimalisasi sumber daya migas dan nonmigas dalam negeri dan pemerintah harus melakukan pelayanan gratis untuk kesehatan dan pendidikan yang pernah dijanjikan SBY-JK. (*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008