Jakarta (ANTARA News) - PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) mengakui, sampai saat ini, jumlah penumpang gelap atau tak bertiket (penumpang gelap, red) pada setiap keberangkatan kapal di seluruh Indonesia milik BUMN Pelayaran itu mencapai 30 persen, sedangkan 70 persen lainnya yang bertiket. "Jumlah pastinya tidak ada, tetapi memang sekitar itu," kata Manajer Humas PT Pelni, Edy Heryadi kepada pers di Jakarta, Selasa. Oleh karena itu, pihaknya berencana menerapkan sistim kontrol keberangkatan seperti fasilitas "check-in" di bandar udara mulai 19 Maret 2008 pada beberapa pelabuhan uji coba seperti Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. "Target pelabuhan percontohan tahun ini 10 pelabuhan, antara lain Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Soekarno-Hatta Makassar dan Belawan, Medan," katanya. Dijelaskannya, melalui sistim kontrol keberangkatan itu, penumpang diberi kesempatan sekitar 2-4 jam sebelum kapal diberangkatkan untuk memasuki kapal. "Jadi, KTP (kartu tanda penduduk) penumpang beserta tiket dicek dan dicocokkan. Jika, tak cocok, penumpang tak boleh naik ke kapal," katanya. PT Pelni selama ini, melayani 92 pelabuhan singgah di seluruh Indonesia dengan 114 lintasan (ruas atau rute). BUMN Pelayaran ini juga mengoperasikan 26 kapal dan 4 kapal roro berkapasitas masing-masing 500 hingga 3000 penumpang. Pada tahun ini, PT Pelni memperoleh subsidi operasi dalam bentuk Public Service Obligation (PSO) sebesar Rp850 miliar dari pemerintah. Total penumpang PT Pelni sejauh ini rata-rata mencapai 4 juta orang per tahun. Tarif penumpang Pelni yang ditetapkan pemerintah untuk kelas ekonomi selama ini adalah Rp405 per mil per penumpang, sedangkan biaya operasi PT Pelni per penumpang selama ini sebesar Rp738 per mil per penumpang. Manajemen PT Pelni enggan menjawab pertanyaan seputar skenario kenaikan tarif penumpang, jika pemerintah jadi menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM).(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008