Tokyo (ANTARA News) - Sebagian besar warga Indonesia di Jepang merasa lebih punya semangat nasionalisme dan lebih memilih untuk membuktikannya melalui kerja keras dan disiplin ketimbang menjadi bahan omongan semata. Kalangan mahasiswa Indonesia, tokoh masyarakat dan pemuda menyatakan pandangannya itu hari Selasa di Tokyo berkaitan dengan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei. Warga Indonesia tersebut mengaku tetap bangga dengan identitasnya sebagai bangsa Indonesia, namun juga mengakui bahwa pengaruh budaya Jepang, khususnya dalam kerja keras dan displin dan menghormati orang yang lebih senior banyak mempengaruhi sikap dan cara berpikir mereka. Lebih jauh mereka pun tertantang untuk menunjukkan semangat kerja, kualitas kerja dan etos kerja yang dimilikinya bahwa tidak kalah dengan bangsa Jepang. Ketua Persatuan pelajar Indonesia (PPI) di Jepang Deddy Nur Zaman mengatakan dengan tinggal di Jepang para pemuda menjadi bisa melihat kondisi bangsa Indonesia secara lebih objektif dan menemukan bahan pembanding yang lebih nyata, juga dalam memahami nasionalisme. "Kami jadi semakin menyadari bahwa nasionalisme harus dilakukan. Semangat sebagai suatu bangsa juga menjadi terarah pada upaya untuk bangkit dan membangun bangsa dari keterpurukan," kata Deddy. Deddy juga menyinggung perlunya memanfaatkan momentum 100 tahun kebangkintan nasionalisme yang sedang diperingati sekarang ini, namun mahasiswa doktoral di Universitas Tokyo itu lebih menekankan keberlanjutan momentum tersebut yang tidak boleh pernah surut. Hal senada juga disampaikan Andi Laver Sirait, Assitant Vice President bidang keuangan di Deutsche Bank perwakilan Jepang. Ia mengatakan di Jepang dirinya tertantang untuk bisa menunjukkan hal yang positif, sehingga pandangan negatif mengenai Indonesia tidaklah selalu benar. "Terus terang saja di Jepang ini kita menjadi super minoritas. Jadi kalau kita bisa menunjukkan hal positif di lingkungan internasional maka citra negatif mengenai Indonesia akan hilang dengan sendrinya," kata Andi Laver lagi. Dia pun terdorong untuk menunjukkan bahwa bangsa Indonesia juga mampu dan diperhitungkan dalam pergaulan internasional. "Membuktikan kecintaan akan Indonesia tidak mesti di dalam negeri atau sekadar menjadi jago kandang semata. Di era globalisasi berbuat sesuatu untuk Indonesia bisa dilakukan di mana saja. Dunia sekarang ini sudah `borderless`," katanya yang tidak takut dinilai anasionalis dengan bekerja di perusahaan asing.*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008