Washington, (ANTARA News) - Amerika Serikat tidak setuju atas larangan penggunaan bom tandan (cluster bomb). Alasannya, senjata itu masih berguna secara taktis untuk menangkis gerakan pasukan dan untuk bela-diri. "Kami pikir larangan menyeluruh seperti ini adalah kesalahan," kata Stephen Mull, pejabat tinggi Departemen Luar Negeri AS untuk urusan politik dan militer. Dia mengatakan hal itu bersamaan dengan pertemuan sepanjang dua pekan dengan lebih dari 100 negara peserta yang ingin mengusahakan kesepakatan larangan secara internasional bagi bom tandan. Pertemuan tersebut berlangsung sejak hari Senin di Dublin. Bom tandan adalah bom yang mengeluarkan ratusan bom kecil seukuran bola tenis, yang dikenal dengan sebutan "bomblets". Banyak bomblets tidak meledak dan bertahun-tahun setelah konflik berakhir, bom itu masih mengancam warga, khususnya anak-anak yang menyangka bom itu adalah mainan. Negara produsen bom tandan seperti AS, misalnya Cina, Rusia, Israel, India dan Pakistan, tidak mengirim perwakilan ke konferensi Dublin tersebut. Australia, Belgia, Inggris, Denmark, Jerman, Jepang, Belanda, Norwegia, Spanyol dan Swedia adalah sebagian dari 109 negara yang menghadiri pertemuan tersebut. Banyak negara peserta menginginkan pengecualian sehingga mereka boleh menyimpan persediaan senjata mereka. Tawaran lain dari mereka adalah adanya masa peralihan untuk menciptakan senjata taktis alternatif. Laporan terakhir mengenai penggunaan bom tandan adalah pada serangan Israel ke Lebanon selama Juli-Agustus 2006. Pertemuan itu juga menghadirkan para warga sipil yang amenjadi korban. Sesjen PBB ban Ki-Moon memulai konferensi tersebut dengan mangajak agar pelarangan bom tandan menjadi nyata.(*)

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2008