Sidoarjo (ANTARA News) - Amblesnya tanggul di titik 4 hingga 61 di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo membuat Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) cukup panik, karena debit lumpur sudah mendekati bibir tanggul. Humas BPLS Ahmad Zulkarnain di lokasi, Jumat mengatakan, pihaknya segera meninggikan tanggul dengan sirtu dan mengembalikan tanggul pada ketinggiannya semula. Sebelumnya, tinggi tanggul dari permukaan tol Porong mencapai 16 meter. Sementara, panjang tanggul yang ambles kurang lebih 150 meter, dan berjarak 300 meter dari pusat semburan. Meski BPLS mencoba mengembalikan tanggul pada kondisi semula, namun saat pengerjaan petugas harus berhati-hati, karena lokasi tanggul yang ambles rawan terjadi subsidence (penurunan tanah, red). "Truk material pengangkut sirtu tidak bisa langsung memasuki lokasi, namun sirtu diangkut dengan truk excavator untuk dipindah ke tanggul," katanya menegaskan. Zulkarnain mengatakan, agar tanggul di titik lain tidak ambles seperti di titik 4-61, BPLS mulai membangun tanggul berlapis, antara lain di Desa Kedungbendo, Desa Jatirejo, Siring Barat dan sebagian di Desa Mindi, Porong Sidoarjo. Selain berkonsentrasi untuk menguruk tanggul, BPLS kini juga menambah beberapa pipa karet di Desa Siring Barat, tepatnya di lokasi-lokasi munculnya semburan (buble) baru dan membuat saluran irigasi kecil. "Ini dilakukan untuk membuang air ke Kali Porong agar tidak menggenangi dan menganggu aktivitas di Jalan Raya Porong," katanya. Namun ternyata keberadaan air dari semburan baru tersebut cukup bermanfaat. Muhtaji (36), warga Siring Barat mengatakan, keberadaan air dari semburan baru tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyiram badan Jalan Raya Porong. Pada musim kemarau, badan jalan di Raya Porong terlihat cukup gersang, karena debu beterbangan dan banyak lubang di beberapa ruas jalan. Dengan disiram air, badan jalan menjadi tidak berdebu sehingga arus lalu lintas cukup lancar karena terkesan lebih sejuk, dengan memanfaatkan air dari semburan baru tersebut.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008