Semarang (ANTARA News) - Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Rahasia Negara usulan pemerintah mendefinisikan istilah rahasia negara terlalu luas, bahkan juga mengatur kerahasiaan birokrasi, dan mengarah pada perlindungan untuk kepentingan politis. "Jadi substansi draf tersebut bukan hanya kerahasiaan negara (state secrecy), melainkan juga kerahasiaan birokrasi dan politik. Kalau melihat isinya, RUU Rahasia Negara akan mengamputasi UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik)," kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR, Tjahjo Kumolo, di Semarang, Sabtu malam. Ia mengatakan, UU KIP praktis tidak akan bisa diterapkan kalau RUU Rahasia Negara materinya seperti yang tertuang dalam draf yang diusulkan pemerintah tersebut. Oleh karena itu, menurut dia, tidak ada jalan lain, DPR dalam hal ini Komisi I DPR, harus menolak membahas draf usulan pmerintah tersebut dan meminta pemerintah memperbaiki draf RUU Rahasia Negara tersebut. Draf RUU Rahasia Negara, menurut dia, seharusnya berpatokan pada Pasal 17 UU KIP yang mengatur pengecualian KIP. Selain itu, RUU Rahasia Negara seharusnya pula mengelaborasi pasal-pasal Pengecualian UU KIP untuk menjadi lebih rinci dan operasional untuk melindungi informasi-informasi strategis. Informasi yang strategis harus dilindungi karena pada hakikatnya untuk kepentingan publik, bukan malah memperluas atau memperlebar substansinya pada usulan RUU Rehasia Negara, kata Tjahjo Kumolo. RUU KIP sebenarnya sudah disahkan menjadi UU April lalu namun, dengan alasan teknis, masyarakat baru bisa menggunakannya dua tahun lagi. Menteri Komunikasi dan Informasi Muhammad Nuh, April lalu mengatakan, pemberlakuan UU KIP itu menunggu kesiapan infrastruktur UU-nya, seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan pembentukan Komisi Informasi Publik.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008