Jakarta (ANTARA News)- Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, sesi sore melemah lima poin menjadi Rp9.315/9.320 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.310/9.310, karena tekanan negatif pasar semakin besar. "Turunnya rupiah terutama disebabkan tekanan pasar lebih besar akibat melemah pasar saham regional menyusul merosotnya bursa Wall Street," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib di Jakarta, Selasa. Rupiah, lanjut dia, juga tertekan akibat kekhawatiran pelaku pasar terhadap aksi kekerasan yang dilakukan Front Pembebasan Islam (FPI) terhadap Aliansi Kebangasan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Namun tekanan tersebut agak berkurang, setelah Bank Indonesia (BI) masuk ke pasar sehingga rupiah tidak terpuruk lebih jauh, katanya. BI, menurut dia, agak hati-hati melakukan intervensi, karena pasar saham regional agak tertekan, yang menekan rupiah, menyusul membaiknya yen. Meski demikian, rupiah diperkirakan akan bisa mencapai angka Rp9.300 per dolar AS, bahkan dapat meliwati angka tersebut, ucapnya. Apalagi, lanjut dia rupiah terlihat bergerak dalam kisaran yang sempit antara Rp9.310 hingga Rp9.315 per dolar AS yang menunjukkan antara minat jual dan beli selisihnya tidak berbeda jauh. "Kondisi memberikan keyakinan rupiah pada hari berikut akan bisa bergerak naik, apalagi gejolak kenaikan harga BBM dengan berbagai gejala yang ditimbulkan tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap rupiah," ucapnya. Kostaman Thayib mengatakan, optimistis rupiah pada akhir pekan ini akan bisa mencapai di bawah angka Rp9.300 per dolar AS sesuai dengan keinginan otoritas moneter (BI). Apabila rupiah bisa berada di bawah angka Rp9.300 per dolar AS, maka posisi relatif makin aman, ujarnya. Dalam upaya mendukung rupiah, BI juga akan menaikkan suku bunga acuan (BI Rate), agar investor asing tetap bermain di pasar domestik menginvestasikan dananya. "Karena spread bunga antara rupiah dengan dolar AS akan semakin besar," kata Kostaman Thayib.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008