Bandung (ANTARA News) - Kapolda Jabar Irjen Pol Susno Duadji mengatakan, mandegnya kasus markdown perpajakan yang sedang diusut Polda Jabar selama tiga minggu terakhir diantaranya karena Undang Undang (UU) perpajakan yang merahasiakan data wajib pajak. "Selain itu kami juga belum menerima jawaban dari Menteri Keuangan terkait ijin pemeriksaan berkas perpajakan yang dimaksud. Padahal, kami ingin segera menuntaskan kasus tersebut dan mengungkap pelaku utamanya," kata Kapolda kepada pers di Bandung, Rabu. Dikatakan Kapolda, berkas perpajakan, sesuai UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), dilindungi hukum karena dikategorikan rahasia perbankan. Untuk mengakses berkas perpajakan sebuah lembaga, perusahaan, dan lainnya, harus ada ijin resmi pemerintah seperti diatur dalam pasal 34 UU No. 28/2007. Dalam hal ini, Menteri Keuangan akan menetapkan pejabat dan tenaga ahli yang berwenang untuk memberikan keterangan tentang berkas perpajakan tersebut. "Kami sudah hubungi kantornya, ke ajudannya. Katanya, surat tersebut telah mendapat perhatian khusus dari Menkeu. Tapi sudah tiga minggu belum dijawab juga. Apa mungkin karena dapat perhatian khusus itu suratnya tidak turun-turun. Saya tidak mengerti," tutur Kapolda. Menurut Kapolda, isi pasal 34 itulah penyebab sulitnya polisi mengusut dengan cepat kasus pajak yang kini sedang ditangani Polda Jabar. "Karena surat ijin itu belum keluar, akibatnya kita belum bisa bergerak lagi. Kita sangat berharap agar surat ijin itu segera keluar. Sebaiknya cabut saja pasal 34 itu agar penegak hukum bisa dengan mudah mengakses berkas-berkas perpajakan sehingga kasus cepat selesai," papar jenderal bintang dua itu Dikarenakan mandeg, hingga kini Polda baru mengamankan tiga tersangka yang semuanya staf di Direktorat Jendral Pajak RI. Ketiga tersangka yang dipenjara di Mapolda Jabar sejak bulan lalu itu ialah YH, AD, dan HMD. Sejumlah aset milik tersangka juga telah disita, dan dibekukan rekening banknya. Ketiganya dijadikan tersangka karena diduga terlibat dalam praktek markdown penerimaan pajak negara senilai puluhan miliar rupiah. Ketiga orang itu adalah pegawai fungsional pemeriksa pajak di kawasan industri Jababeka Bekasi. Modus operandi yang dilakukan tersangka ialah praktek markdown atau mengurangi penerimaan pajak dari setoran wajib pajak (perusahaan). Dalam hal itu, ketiganya diduga bekerja sama dengan konsultan pajak yang disewa perusahaan. Diduga konsultan pajak tersebut juga pernah bekerja di Ditjen Pajak RI sehingga mengetahui seluk-beluk praktek markdown. Praktek curang ini diperkirakan sudah berlangsung bertahun-tahun. Sisa penerimaan pajak yang tak disetorkan ke negara diduga dimasukkan ke rekening ketiga tersangka. Selain itu, sebagai imbalan, si wajib pajak diduga memberikan uang melalui transfer sebesar USD500.000 ke setiap rekening tersangka. Meski belum ada tersangka tambahan, tapi penyidik Polda telah memeriksa sejumlah saksi. Seorang saksi kunci yang diperiksa dua pekan lalu ialah seorang pejabat Ditjen Pajak berinisial Cs, yang pernah menduduki jabatan di Bidang P4 (Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak) Ditjen Pajak RI.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008