Jakarta (ANTARA News) - LSM pemantau praktik hak asasi manusia, Imparsial menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang Ahmadiyah yang diliris pada Senin (9/6) lalu tidak mengikat dan menyelesaikan masalah keberadaan Ahmadiyah serta kasus tindak kekerasan oleh FPI (Fron Pembela Islam). "Imparsial melihat SKB itu tidak ada dan tidak mengikat, karena tidak mencantumkan UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," kata Batara Ibnu Reza, seorang penggiat Imparsial di Jakarta, Rabu. Lebih lanjut Batara Ibnu Reza menjelaskan keputusan pemerintah berupa SKB tiga menteri untuk konflik Ahmadiyah di Tanah Air semata merupakan keputusan politik. "SKB yang menjadi keputusan politik ini langsung segera terlihat kelemahannya yakni kebingungan di daerah-daerah. Mereka jadi bingung bagaimana harus bersikap, polisi bingung, masyarakat umum juga bingung," katanya. Imparsial dalam hal ini mendesak agar baik Ahmadyah dan FPI mencari penyelesaian lewat pengadilan, alih-alih mengandalkan SKB yang multitafsir. Agama dan keyakinan, masih kata Batara, adalah hal yang tidak bisa dibatasi sebab bagaimana mungkin aktifitas beribadah dihentikan sementara penganut Ahmadiyah meyakini bahwa aliran mereka benar. Batara menegaskan yang bisa diselesaikan lewat pengadilan adalah keberadaan organisasi, Ahmadiyah dan FPI. "Buktikan di pengadilan apakah Ahmadiyah dan FPI membahayakan atau melanggar hukum positif yang berlaku di Indonesia?" katanya. Imparsial juga mengingatkan SKB yang cenderung multitafsir ini sangat berbahaya bagi masyarakat. "Memang benar Indonesia belum punya pengalaman dalam hal membubarkan atau membekukan organisasi lewat keputusan hukum, tapi sekaranglah saatnya kita melakukan hal tersebut," ujar dia. Batara menyambut baik langkah-langkah hukum tiap-tiap pihak yang bersengketa terkait SKB dan menyelesaikannya di pengadilan. "Keyakinan tidak bisa diadili, itu sebabnya jangan biarkan penyelesaiannya lewat putusan politik. Dan jangan pula biarkan kekerasan dijadikan solusi," kata Batara. Ia mengingatkan, kasus kekerasan yang dilakukan oleh FPI harus diselesaikan secara hukum karena itu adalah pelanggaran individu.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008