Padang (ANTARA News) - Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batubara menilai, pemberlakukan UU No.10/2008 tentang Pemilu akan menghidupkan kembali ancaman pembredelan terhadap media massa di Indonesia. Dalam UU No.10/2008 diatur sanksi-sanksi antara lain pembekuan kegiatan pemberitaan untuk waktu tertentu dan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak, kata Leo di Padang, Sabtu. Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber pada workshop "Sosialisasi UU No.10/2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD" yang digelar Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sumbar. Padahal, tambahnya, sudah ada UU Pokok Pers No.40/1999 yang mengatur tidak ada lagi pembredelan media massa. Selain itu, sanksi dijatuhkan terhadap pelanggaran yang tidak masuk akal, seperti pada Pasal 94 UU No.10/2008 yang mengatur media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang menjual blocking segment atau blocking time untuk kampanye Pemilu. Mana ada blocking time di media cetak tapi diatur dalam pasal tersebut, tambahnya. Kemudian pada Pasal 97 mengatur, media massa cetak menyediakan halaman dan waktu yang adil dan seimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta untuk pemasangan iklan kampanye bagi peserta Pemilu, kata Leo. Adil dan imbang yang bagaimana, akan karena di lapangan tokoh atau caleg yang berbobot tentu akan lebih banyak diliput wartawan dari pada yang tidak berbobot. Lalu apakah harus sama berita atau iklan yang disiarkan media massa untuk calon yang berbobot dengan yang tidak berbobot itu, tambahnya. Kalau aturan seperti ini dilanggar media massa, lalu apakah sanksi seperti pembekuan kegiatan pemberitaan untuk waktu tertentu atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran akan diberlakukan, tanya Leo. Menurut dia, saat pembahasan dan penyusunan UU No.10/2008 itu Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah mengingatkan masalah pasal-pasal dan sanksi tersebut dalam rapat dengan DPR-RI. Tapi mengapa saat UU ini disahkan tetap muncul pasal-pasal tersebut, katanya. Ia menilai, munculnya pasal-pasal itu menunjukkan anggota DPR-RI tidak membaca RUU itu namun tetap mengesahkan menjadi UU. "Ini bukti DPR-RI tidak mengerti dengan pers Indonesia," tegasnya. Terkait pemberlakukan UU NO.10/2008 itu, Dewan Pers dan KPI telah melakukan pertemuan dengan KPU dan disepakati setiap pelanggaran media massa terhadap UU itu penyelesaiannya mengacu pada UU Pokok Pers No.40/1999, katanya.(*)

Pewarta: anton
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008