Bandun (ANTARA News) - Kolumbia dan Ekuador sedang melakukan penjajakan untuk membeli sebuah pesawat CN-235 Buatan PT Dirgantara Indonesia(PTDI) yang pernah digunakan Venezuela kemudiann ditarik BUMN yang berlokasi di Bandung ini, karena alasan masalah pembayaran. Pesawat itui sedang diperiksa para teknisi PTDI ketika para wartawan unit Departemen Pertahanan dan Mabes TNI melakukan kunjungan jurnalistik ke lokasi pabrik tersebut di Bandung hari Senin (16/6). Rombongan para wartawan ini dipimpin Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Pertahanan (Humas Dephan), Brigjen TNI Slamet Heryanto. "Siapa yang paling bisa memberikan harga yang terbaik, tentu akan menjadi pertimbangan PTDI," kata Kepala Humas PTDI, Rakhendi Triyatna, kepada ANTARA News di sela-sela kunjungan para wartawan. Selama ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut telah menjual berbagai pesawat udara serta helikopternya kepada sejumlah negara, seperti Uni Emirat Arab (UAE), Malaysia, Korea Selatan, serta Pakistan. Sementara itu, Direktur Aero Structure PTDI, Budiman Saleh, mengatakan bahwa Perusahaan Penerbangan Turki (TAI) sedang menjalin kerja sama untuk mengembangkan Pesawat Udara Patroli Maritim atau Maritime Patrol Aircraft (MPA), karena PTDI sudah memiliki pengalaman untuk membuat pesawat patroli ini. TNI-AU baru-baru ini telah menerima sebuah MPA dari PTDI yang diserahkan melalui Departemen Pertahanan. "Turki telah minta agar kepada mereka dikirim MPA," kata Budiman sambil menambahkan bahwa Turki menginginkan supaya pada MPA tersebut dipasang berbagai peralatan canggih seperti sonar, yanbg biaa dipakai untuk mendeteksi adanya kapal selam. Kerja sama dengan Turki itu sudah berlangsung sejak tahun 2003, MPA yang diinginkan Turki itu adalah pesawat CN-235. Budiman mengatakan jika TNI-AU telah memiliki MPA maka PTDI juga mengharapkan agar TNI-AL mengajukan pesanan serupa. "Kita mengharapkan agar TNI-AL juga memesan MPA yang bisa dipakai untuk mendeteksi kapal selam asing yang secara llegal memasuki perairan Indonesia,: kata Budiman. Sementara itu, ketika menjelaskan kerja sama dengan pabrik-pabrik pesawat untuk keperluan sipil seperti Boeing dan Airbus, ia mengemukakan PTDI telah mendapat pesanan dari Airbus untuk membuat sayap bagi pesawat A-389 sebanyak 600 buah. "Kami mendapat pesanan untuk membuat 600 sayap kiri dan kanan pesawat Airbus A-380," kata Budiman. Ia menyebutkan, kerja sama ini berlangsung selama 10 tahun. Ketika ditanya tentang nilai kontrak antara PTDI dengan Airbus tersebut, sambil tersenyum-senyum, Budiman mengatakan" Itu rahasia". Kerja sama ini dimulai tahun 2001. PTDI juga mendapat pesanan untuk membuat sayap bagi pesawat Airbus A-320. Ia mengatakan pula bahwa Malaysia, Korea Selatan, Pakistan, serta UAE telah membeli pesawat untuk para kepala negara atau kepala pemerintahan mereka masing-masing. "Namun, sayangnya, pemerintah Indonesia justru belum membeli pesawat kepresidenan dari kami," kata Budiman sambil tersenyum. (*)

Pewarta: anton
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2008