Yogyakarta (ANTARA News) - "Nada dering" (ring tones) telepon seluler dari rekaman percakapan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dengan Artalyta Suryani bisa menjadi hiburan bagi masyarakat yang sudah jenuh dengan kasus-kasus korupsi yang tidak pernah surut. "Masyarakat seperti mendapat hiburan dengan `nada dering` itu, sekaligus mereka jadikan bahan olok-olok atas perilaku aparat penegak hukum yang diduga terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Muhammad Irsyad Thamrin SH, Selasa. Menurut dia, masyarakat kini semakin tidak simpati melihat aparat penegak hukum terutama jajaran kejaksaan `bermain akrobat` dalam melaksanakan tugasnya. "Keberanian mereka tanpa rasa takut dengan `ikut bermain` dalam mafia peradilan bisa diibaratkan sebagai aksi akrobatik atau suatu keberanian yang luar biasa," katanya. Kata Thamrin, kenyataan seperti itu yang dirasakan masyarakat sebagai suatu hal yang sangat menyedihkan di tengah upaya meningkatkan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Ia mengatakan ketertarikan masyarakat menggunakan `nada dering` rekaman percakapan Kemas-Artalyta juga karena kasus yang melibatkan dua orang itu merupakan kasus besar yang menjadi sorotan publik. "Masyarakat merasa tertarik dan terhibur dengan nada dering tersebut, dan tentunya masyarakat pun berharap kemunculan nada dering itu bisa menjadi faktor pembuat jera dan pertimbangan bagi calon pelaku KKN sehingga mengurungkan niat dan perbuatannya," katanya. Nada dering (ring tones) rekaman percakapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kemas Yahya Rahman dengan Artalyta Suryani terkait dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), sejak beberapa hari terakhir mulai banyak digunakan warga masyarakat pengguna telepon seluler khususnya di Makassar, Sulawesi Selatan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008