Bogor (ANTARA News) - Markas Besar TNI Angkatan Darat menyatakan, siap memberikan bantuan hukum kepada tersangka baru kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir, Muchdi Pr. "Kita akan memberikan bantuam hukum sesuai dengan apa yang bisa kita berikan," kata Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo, di Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, usai memimpin peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-62 Polisi Militer Angkatan Darat (POMAD). Ia mengatakan, purnawirawan TNI AD bisa meminta bantuan hukum kepada TNI dalam hal ini Dinas Hukum Angkatan Darat (Diskumad) untuk selanjutnya diserahkan kepada instansi yang berwenang guna menindaklanjuti hal itu. "Dalam penanganannya, POMAD juga bisa memberikan bantuan, kalau tidak diminta ya kita tidak akan berikan," ujarnya. Tentang apakah sudah ada permintaan dari Muchdi, Kasad mengatakan, belum ada. "Sejauh ini, belum ada permintaan kepada saya. Kalau yang bersangkutan minta maka akan kita berikan sesuai dengan yang bisa kita berikan. Artinya, kita akan berikan sesuai dengan haknya. Tetapi kalau dia tidak meminta ya jangan dipaksa, itu kan hak dia," katanya. Kasad menjelaskan, secara institusi TNI AD menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus Munir kepada instansi yang berwenang untuk itu. "Secara institusi, Angkatan Darat sudah tidak memiliki kaitan secara struktural dengan tersangka. Dia kan sudah purnawirawan, kita masih aktif, tetapi purnairawan mempunyai hak untuk meminta bantuan hukum kepada TNI," katanya. Sebelumnya, Kepolisian RI (Polri) pada Kamis kemarin (19/6) memeriksa dan menahan mantan Deputi V Kepala BIN Muchdi PR dalam kasus meninggalnya aktivis HAM Munir. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira menyatakan Muchdi diduga melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana junto pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana. Dengan pasal tersebut, Muchdi mendapatkan ancaman hukuman 20 tahun penjara, seumur hidup atau hukuman mati. Munir tewas pada 7 September 2004 di atas pesawat Garuda yang terbang dari Jakarta menuju Belanda melalui Singapura. Pengadilan telah memvonis bersalah mantan Dirut Garuda Indra Setiawan satu tahun penjara dan mantan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto 20 tahun penjara atas kasus ini. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2008