Jakarta (ANTARA News) - Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah, Rabu, didakwa telah menyetujui penyelewengan dana BI yang berada di Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar untuk memperkaya orang lain, yaitu para mantan petinggi BI dan anggota DPR. Dalam dakwaan yang dibacakan secara bergantian di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan persetujuan alokasi dana BI yang berada di YPPI itu diambil pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang dipimpin oleh Burhanuddin pada 3 Juni 2003. RDG itu menyepakati penyediaan dana sebesar Rp100 miliar di YPPI untuk keperluan BI. Pada hari yang sama, sejumlah petinggi BI, yaitu anggota Dewan Gubernur BI Aulia Pohan dan Maman H. Soemantri, beserta Deputi Direktur Direktorat Hukum BI Oey Hoy Tiong, dan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak, mengadakan rapat yang menyepakati distribusi dana akan dilakukan oleh Oey Hoy Tiong, dan Rusli Simanjuntak. Rusli bertugas mengalirkan dana ke DPR untuk keperluan penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan revisi UU nomor 23 tahun 1999 tentang BI, sedangkan Oey bertugas membagikan uang kepada sejumlah mantan petinggi BI yang sedang terjerat perkara BLBI. Para petinggi BI itu adalah Iwan R. Prawiranata, Soedradjad Djiwandono, Hendro Budiyanto, Paul Sutopoo, dan Heru Supraptomo. Tim JPU yang terdiri dari Rudi Margono, KMS. Roni, Ketut Sumedana, dan Hadiyanto menyatakan Burhanuddin menyetujui aliran sejumlah dana kepada mantan pejabat BI dengan mengeluarkan disposisi yang kemudian juga disetujui oleh Aulia Pohan dan Maman H. Soemantri. Disposisi Burhanuddin antara lain dikeluarkan untuk mencairkan dana sebesar Rp13,5 miliar yang diserahkan kepada mantan Deputi Gubenur BI, Iwan R. Prawiranata dalam dua tahap pada Juli 2003. Kemudian terjadi aliran dana kepada mantan Gubernur BI Soedradjad Djiwandono sebesar Rp25 miliar pada bulan yang sama. Selain itu, JPU menyatakan Burhanuddin juga mengeluarkan disposisi pencairan dana yang diserahkan kepada tiga mantan direksi BI, yaitu Hendro Budiyanto sebesar Rp10 miliar (29 Agustus 2003), Paul Sutopo sebesar Rp10 miliar (28 Agustus 2003), dan Heru Supraptomo sebesar 10 miliar (29 Agustus 2003). Dengan demikian, total dana BI yang dialirkan kepada para mantan petinggi BI berjumlah Rp68,5 miliar. Kemudian, tim JPU juga mendakwa Burhanuddin telah menyetujui aliran dana sebesar Rp31,5 miliar ke DPR untuk keperluan penyelesaian perkara BLBI dan revisi UU BI. Jumlah itu lebih sedikit dari nilai awal sebesar Rp40 miliar yang disepakati dalam pembicaraan antara Rusli Simanjuntak dengan sejumlah anggota Komisi IX DPR, yaitu Daniel Tanjung, Amru Al Mu`tasyim dan Antony Zeidra Abidin. Tim JPU menyatakan, aliran dana ke DPR terjadi dalam beberapa tahap. Tahap awal adalah aliran dana sebesar Rp15 miliar yang terjadi dalam beberapa tahap. Pada 27 Juni 2003, Rusli bersama Asnar Ashari menyerahkan dana sebesar Rp2 miliar kepada Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandu. Setelah itu, Rusli kembali mencairkan dana sebesar Rp5,5 miliar yang kemudian dibawa ke rumah Antony Zeidra Abidin di Jalan Gandaria Tengah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. "Di rumah itu sudah ada Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandu yang langsung menerima Rp5,5 miliar itu," kata JPU Rudi Margono. Tahap awal penyerahan Rp15 miliar diakhiri dengan penyerahan uang sebesar Rp7,5 miliar kepada Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandu di rumah Antony pada Agustus 2003. Selain penyerahan Rp15 miliar pada tahap awal, Burhanuddin juga menyetujui penyerahan Rp16,5 miliar pada tahap akhir. Pencairan dana itu dilakukan oleh Rusli Simanjuntak atas persetujuan Aulia Pohan. Dana Rp16,5 miliar itu diserahkan oleh Rusli kepada Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandu dalam dua tahap, yaitu Rp10,5 miliar diserahkan pada 18 September 2003, dan Rp6 miliar diserahkan pada 4 Desember 2003 di rumah Antony. Atas perbuatannya, Burhanuddin dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP pada dakwaan kesatu primair. Burhan juga dijerat dengan pasal 3 jo pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP pada dakwaan kesatu subsidair. Pria kelahiran Garut Jawa Barat itu juga dipersalahkan melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur pasal 5 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP pada dakwaan kedua primair dan pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP pada dakwaan kedua subsidair. Atas dakwaan tersebut, Burhanuddin bersikeras bahwa kebijakan yang telah dikeluarkan adalah kebijakan kolektif yang dikeluarkan oleh Dewan Gubernur BI. Burhan menegaskan dirinya hanya salah satu dari sejumlah anggota Dewan Gubernur BI. Kemudian, dia menegaskan Gubernur BI tidak dapat dipersalahkan akibat kebijakan yang telah sesuai dengan kewenangannya, seperti diatur dalam pasal 45 UU Bank Indonesia. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008