Jakarta (ANTARA News) - Seharusnya bukan jamdatun saja yang dicopot, tetapi juga Jaksa Agung, Hendarman Supandji, yang tidak mampu melakukan koordinasi pada anak buahnya itu serta tidak memiliki kemampuan manajerial yang baik, kata peneliti ICW, Febri Diansyah, kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis. Karena itu, ICW sudah lama terus menuntut agar jaksa agung itu diganti, dan sebagai bukti ketidakmampuannya dapat ditunjukkan dengan mengetahui rencana penangkapan terhadap Ayin oleh pihak Kejaksaan. "Padahal rencana penangkapan itu, sudah jelas-jelas melanggar dua undang-undang (UU), yakni, tentang KPK dan KUHAP," katanya. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan penggantian Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Untung Udji Santoso, menunjukkan kebobrokan di lembaga itu. "Penggantian itu tidak menyebutkan sanksi, serta tindakan itu akibat adanya desakan publik. Itu yang sangat menyakitkan," katanya. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengganti Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), terkait rekaman perbincangan Artalyta Suryani alias Ayin. Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menilai keputusan Jaksa Agung, Hendarman Supandji, yang mengganti Jamdatun, merupakan suatu hal yang biasa atau bukan gebrakan di tubuh lembaga peradilan itu. "Utamanya adalah bagaimana membersihkan Kejagung dari banyaknya permainan kasus, putusan, dan eksekusi," kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PBHI, Syamsuddin Radjab, di Jakarta, Kamis. Jaksa Agung, Hendarman Supandji dilaporkan telah melakukan penggantian terhadap Jamdatun, Untung Udji Santoso, terkait terungkapnya rekaman perbincangan Artalyta Suryani alias Ayin dalam persidangan di pengadilan tipikor. Ia mempertanyakan apakah kejagung hanya selesai pada penggantian Jamdatun itu saja, karena kasus rekaman itu hanya kulitnya saja dan belum memasuki masalah sesungguhnya di Kejagung. "Jadi, Jaksa Agung harus mengungkap praktik-praktik menyimpang di lembaganya itu," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008