Jakarta (ANTARA News) - Polri menunggu adanya bukti soal dugaan keterlibatan seseorang berinisial FY sebagai aktor intelektual dibalik aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berakhir anarkhis di depan gedung DPR RI dan depan kampus Unika Atmajaya, 24 Juni 2008. Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Abubakar Nataprawira di Jakarta, Jumat, mengatakan, Polri tidak bisa memeriksa seseorang hanya karena praduga dari pihak lain. "Jika ada alat bukti, maka baru seseorang bisa diperiksa," katanya. Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar mensinyalir FY sebagai aktor intelektual di balik kasus tersebut. Kadivhumas Polri mengatakan, informasi dari BIN itu masih dipelajari oleh Badan Reserse Kriminal Polri. Untuk memeriksa seseorang polisi memerlukan bukti awal sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Jika ada bukti awal, maka baru ada penyelidikan untuk mencari ada atau tidak tindak pidana," katanya. Bila tindak pidana telah ada maka akan dilanjutkan ke tahap penyidikan untuk mencari tersangka dan saksi. "Jadi tidak bisa kalau hanya berdasarkan asumsi dan `katanya` atau kata si A," katanya menegaskan. Selain mempelajari masukan dari BIN, Polri juga mempelajari keterangan yang diperoleh oleh tim reserse dan tim intelijen keamanan Polri. "Bahan dari intel itu juga akan menjadi bahan bagi reserse juga," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008