Jakarta (ANTARA News) - Survei Indo Barometer menunjukkan tingkat kepuasan dan dukungan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menurun hampir 20 persen menjadi 36,5 persen akibat kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari MA saat menyampaikan hasil survei di Jakarta, Minggu, mengatakan survei dilakukan 5-16 Juni 2008 di 33 provinsi dengan jumlah responden 1.200 orang. Ia mengungkapkan tingkat kepuasan responden terhadap SBY-JK menurun menjadi 36,5 persen pada Juni 2008 padahal survei sebelumnya pada Desember 2007 tingkat kepuasan terhadap SBY-JK sebesar 55,6 persen. Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Wapres juga menurun. Hasil survei pada Desember 2007 tingkat kepuasan mencapai 49,9 persen sedangkan pada Juni 2008 menurun menjadi 28,8 persen. "Kenaikan harga BBM kali ini rupanya memiliki dampak yang sangat buruk terhadap kepuasan dan elektabilitas SBY," katanya saat memaparkan hasil survei nasional Juni 2008 tentang evaluasi satu bulan kenaikan bahan bakar minyak dan dampak sosial politiknya. Dari temuan survei Juni 2008 itu dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden tidak mendukung kenaikan BBM. Mayoritas responden tidak setuju dengan alasan menaikkan harga BBM yakni untuk mencegah penyelundupan, harga minyak dunia naik, mengurangi subsidi, tidak boros BBM dan membantu rakyat miskin. Sebanyak 42,6 persen menyatakan setuju kenaikan BBM untuk membantu rakyat miskin, sementara 46,9 tidak setuju. "Ini menunjukkan pemerintah belum berhasil mensosialisasikan alasan menaikkan BBM," katanya. Sementara, terhadap program bantuan langsung tunai mayoritas setuju (58,6 persen) namun mayoritas juga menganggap program ini tidak mampu menutupi kenaikan kebutuhan akibat kenaikan BBM (62,1 persen). Akibat kebijakan kenaikan BBM, persentase responden yang menginginkan Susilo Bambang Yudhoyono kembali menjabat sebagai Presiden RI periode 2009-2014 yakni 31,3 persen sedangkan persentase responden yang menginginkan Jusuf Kalla sebagai Wapres berikutnya yakni 19,7 persen. "Ini adalah titik terendah bagi SBY. Sebelumnya SBY selalu di titik 50 persen. Saya belum tahu apa yang akan terjadi besok tetapi dengan posisi ini berat bagi SBY untuk `naik`," katanya. Ekonom Faisal Basri yang hadir pada acara itu mengatakan penurunan popularitas SBY-JK tidak hanya disebabkan oleh kebijakan kenaikan harga BBM melainkan juga kondisi ekonomi secara keseluruhan. Ia mengatakan survei Indo Barometer dilakukan kurang dari satu bulan sejak harga BBM naik. Ia menilai hasil survei belum menggambarkan pendapat masyarakat karena dampaknya belum dirasakan secara keseluruhan. "Tarif listrik belum naik, kalau survei dilakukan satu bulan sejak BBM naik, kemungkinan hasilnya lebih terlihat," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008