Surabaya (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Mohammad Nuh menyatakan, pemerintah siap menjawab Hak Angket yang diajukan DPR terkait kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). "Pemerintah siap menjawab Hak Angket, karena kita menghormati hak DPR dan tugas pemerintah, ya menjawab. Masak, ditanya kok ngamuk (marah), ya dijawab saja, karena kalau dijawab tentu akan selesai", katanya dalam pertemuan dengan wartawan di Surabaya, Minggu. Menurut mantan rektor ITS Surabaya itu, pemerintah saat ini masih menunggu pengajuan Hak Angket dari DPR, sambil menyiapkan data-data untuk menjawab Hak Angket tentang kebijakan kenaikan BBM dan manajemen energi nasional itu. "Kalau pertanyaan sudah diajukan DPR, tentu kita akan minta waktu, lalu menjawab", katanya usai kunjungan kerja ke Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Malang untuk membuka Pelatihan Penulis Pesantren se-Jatim. Menteri yang "arek Suroboyo" itu mengaku, Hak Angket merupakan kelanjutan dari Hak Interpelasi, karena hak interpelasi itu sekedar bertanya tentang apa, tapi hak angket itu sudah mengarah pada penyelidikan atau bertanya tentang mengapa. "Kalau pertanyaannya sekedar apa, ya mudah, tapi kalau pertanyaan-nya tentang mengapa, maka perlu jawaban serius. Saya kira nggak apa-apa, DPR mungkin ada sedikit kecurigaan, tapi kalau kita buka-bukaan apa yang menjadi kecurigaan itu tentu akan selesai", katanya menegaskan. Dalam kesempatan itu, Nuh mengibaratkan kecurigaan kepada orang yang selalu mengenakan pakaian berlengan panjang dan tidak pernah mengenakan pakaian berlengan pendek, sehingga orang luar mencurigai ada sesuatu yang ditutupi. "Mungkin dia curiga ada kadas, tapi kalau sudah sedikit dibuka dengan memakai pakaian berlengan pendek tentu akan terjawab kecurigaan itu benar atau tidak, sehingga masalahnya akan selesai", katanya. Ia mengatakan, kenaikan BBM memang ada yang mencurigai sebagai sikap pemerintah yang tidak mematuhi UUD 1945 tentang kewajiban negara memperhatikan hajat hidup orang banyak, termasuk BBM. "Itu perlu dikaji ulang, karena pasal 14 UU APBN juga mencantumkan kalau terjadi sesuatu di luar kendali hinga harga minyak di atas 100 dolar AS per-barel, maka kewenangan diserahkan kepada pemerintah sepenuhnya, sehingga tak perlu persetujuan DPR", katanya. Namun, pemerintah akan menjelaskan posisi atau argumentasi tentang kenaikan BBM itu, karena Indonesia membutuhkan 1,1 juta barel tapi produksi hanya 900 ribu barel, sehingga ada 200 ribu barel yang harus dipenuhi dengan impor. "Kalau 200 ribu barel itu impor, maka setiap harga minyak dunia mengalami kenaikan, tentu akan berpengaruh kepada kita. Tapi, kenaikan BBM bukan semata-mata harga minyak dunia, melainkan subsidi yang 70 persen dinikmati orang kaya, karena BBM bersubsidi banyak dipakai mobil dan bukan pengendara motor, karena itu skema subsidi perlu diubah", katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008