Jakarta (ANTARA News) - Pasar finansial Indonesia dianggap lebih sensitif terhadap isu-isu global dibandingkan isu lokal, mengingat sentimen regional selama ini dianggap lebih bisa menggerakkan pasar, sehingga pemulihan pasar finansial domestik akan lebih tergantung pada membaiknya pasar global terlebih dahulu. "Pemulihan bursa global belum memadai yang berdampak pada pasar regional, termasuk Bursa Hongkong dan Indonesia. Tetapi perdagangan tetap berjalan dengan cepat," kata Direktur Perencanaan Makro Bappenas, Bambang Prijambodo, di Jakarta, Kamis. Bambang mencontohkan, pengumuman inflasi bulanan Juni yang mencapai 2,46 persen dan year on year yang mencapai 11,03 persen, ternyata tidak terefleksi pada IHSG BEI, sehingga malah naik 29,703 poin atau 1,26 persen menjadi 2.378,808 akibat sentimen positif regional. Menurutnya, pasar finansial global tengah berada pada jalur pemulihan yang tepat dan hal itu terlihat dari ekonomi AS yang tidak seburuk perkiraan banyak pengamat. "Jika pulih, maka spekulasi di pasar komoditas akan jauh berkurang mengingat akan terjadinya peralihan dana spekulan ke sana," katanya. Hal itu, jelasnya, juga akan memulihkan krisis harga minyak dunia yang disinyalir lebih terpengaruh oleh faktor spekulan daripada faktor fundamental lainnya. Sementara itu, Dekan FEUI Bambang Brodjonegoro memperkirakan, pengendalian harga minyak dunia membutuhkan konsesi global untuk menghantam spekulasi yang berkembang dan dianggap tidak berdasar. "Ini kan lebih banyak faktor spekulasi yang berperan. Konsensus yang dimaksudkan mungkin bisa dalam bentuk regulasi yang lebih ketat di pasar berjangka," katanya. Dia menambahkan, konsesi global itu akan muncul saat seluruh dunia, baik mereka yang diuntungkan atau dirugikan dengan tingginya harga minyak dunia, merasa jenuh dengan spekulasi tersebut. (*)

Pewarta: muhaj
COPYRIGHT © ANTARA 2008