Pekanbaru (ANTARA News) - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau menyatakan tingkat kesejahteraan petani menurun, dengan indikator nilai tukar petani (NTP) pada Mei 2008 tercatat 105,25 atau turun 0,31 persen dari April sebesar 105,57 persen. Berdasarkan data NTP dari BPS Riau, Kamis, kondisi itu disebabkan terjadinya inflasi di daerah pedesaan lebih tinggi daripada produk pertanian yang dihasilkan. Kepala BPS Riau, Irland Indrocahyo mengatakan, secara keseluruhan indeks yang diterima petani sebenarnya mengalami kenaikan 0,19 persen. "Namun, kenaikan itu lebih rendah dibandingkan dengan harga komoditi rumah tangga dan modal produksi yang harus dibayar petani yang juga naik sebesar 0,51 persen," katanya. Kondisi itu dipicu oleh inflasi yang terjadi karena kenaikan indeks harga pada kelompok bahan makanan mencapai 0,32 persen, kelompok makanan jadi, minuman dan rokok 0,23 persen, perumahan 0,66 persen, kesehatan 0,59 persen, serta transportasi dan komunikasi 1,19 persen. Penurunan NTP paling terasa di subsektor padi dan palawija sebesar 0,27 persen, dikarenakan kenaikan indeks yang dibayar petani sebesar 0,28 persen lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada indeks yang diterima petani sebesar 0,01 persen. "Ini disebabkan kenaikan pada indeks subkelompok konsumsi rumah tangga dan biaya produksi," katanya. Penurunan NTP juga terjadi pada subsektor perkebunan rakyat sebesar 0,26 persen disebabkan indeks yang diterima petani tidak mengalami perubahan sedangkan indeks yang dibaya naik mencapai 0,26 persen. Selain itu, NTP subsektor peternakan juga turun sebesar 1,58 persen karena kenaikan indeks yang dibayar lebih tinggi dari yang diterima petani. Kenaikan NTP hanya terjadi di subsektor hortikultura dan perikanan yang keduanya naik tipis masing-masing 0,1 persen dan 0,04 persen. Irland menambahkan, NTP dapat menunjukan daya beli atau daya tukar dari produk pertanian dengan barang atau jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. "Dengan demikian, semakin tinggi NTP maka relatif semakin baik tingkat kehidupan petani," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008