Jakarta (ANTARA News) - Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) mampu menghindarkan pelepasan 482 juta ton karbon dalam bentuk CO2, 15 juta ton gas SO2 dan 8 juta ton gas Nox ke udara dalam setahun. "Angka itu contoh hitung-hitungan pada tahun 1995 dan PLTN telah menghindarkan pembakaran bahan bakar fosil hingga 750 juta ton batu bara atau 5,5 triliun kubik kaki gas alam atau 620 juta barel minyak bumi pada tahun itu," kata Pakar Nuklir Dr Muhammad Ridwan di Jakarta, Jumat. Pada 20 tahun sebelumnya yaitu selama tahun 1973-1975 PLTN telah menghindarkan pembakaran bahan bakar fosil batu bara sebesar 8,9 miliar ton, gas alam sebesar 56 triliun kaki kubik atau menghindarkan pelepasan ke udara sekitar enam miliar ton C dalam bentuk CO2 (32 persen), 219 juta ton SO2 (35 persen) dan 98 juta ton Nox (32 persen). Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menghasilkan listrik satu juta kWh, ujarnya, jika dihitung maka melepas karbon ke udara sampai 230 ton karbon untuk PLTU berbahan bakar batu bara, atau 190 ton emisi karbon dari PLTU berbahan bakar minyak bumi atau 150 ton dari PLTU gas alam. "Sementara dari PLTN yang berbahan bakar Uranium emisi karbonnya nol," kata tokoh Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) yang sempat berbicara dalam diskusi Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dengan topik "PLTN di Indonesia: Jalan Terakhir" itu. Ia mencontohkan, Perancis yang mempunyai rekor jumlah PLTN di Eropa yakni 59 PLTN dengan kontribusi listrik sampai 80 persen maka emisi CO2-nya per giga Watt jam (GWh) listrik bisa ditekan jadi 93 ton. Kemudian disusul Belgia (tujuh PLTN) di mana emisinya jadi 337 ton CO2 dan Spanyol (delapan PLTN) jadi 483 ton CO2 per GWh, sementara itu Belanda dengan satu PLTN emisinya 602 ton CO2 dan Denmark yang tak memiliki PLTN emisi karbonnya 869 ton per GWh listrik yang dihasilkan. Ia mengakui, meski emisi gas rumah kacanya nol, namun PLTN menghasilkan limbah, PLTN berkapasitas 1.000 MW misalnya menyisakan 27 ton bahan bakar bekas limbah tingkat tinggi dalam setahun yang bisa diproses menjadi tiga ton. Selain itu juga menghasilkan limbah tingkat sedang sebanyak 310 ton dan limbah tingkat rendah 460 ton. "Namun, limbah PLTN ditangani dan dipantau sangat ketat, termasuk oleh peraturan dan lembaga internasional," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008