Pontianak (ANTARA News) - Daya saing bangsa Indonesia di tingkat internasional yang terus menurun sejak 1999 menunjukkan adanya permasalahan di Indonesia yang tidak dimanajemen dengan baik. "Tahun 1999 daya saing Indonesia di peringkat 37. Tapi selanjutnya terus menurun dan pada 2007 di peringkat 54," kata Ketua Umum Perhimpunan Keluarga Besar PII, Tanri Abeng, saat Muktamar Nasional ke-26 Pelajar Islam Indonesia (PII) di Gedung Kartini, Pontianak, Sabtu. Ia menambahkan, globalisasi yang menuntut tidak hanya sebuah bangsa untuk bersaing, namun juga setiap individu, menjadi tantangan bangsa Indonesia. Mantan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) era Soeharto dan BJ Habibie itu mengatakan saat ini yang berkembang adalah pembangunan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan. Menurut dia, hal itu lebih penting daripada sekedar mempunyai modal dan sumber daya alam. Selain itu, proses ekonomi bangsa-bangsa di seluruh dunia tidak dapat diikuti secara cermat. "Sehingga ketika harga minyak mentah naik, bangsa Indonesia tidak dapat menikmati keuntungan," katanya. Sementara itu, kondisi politik dan ekonomi dalam negeri cenderung menunjukkan ketidakstabilan. Ia mengakui, selama 32 tahun Soeharto menjabat, tercipta stabilitas yang cukup di Indonesia. Namun kekuasan yang absolut akhirnya memicu terjadinya korupsi. Sedangkan era reformasi menuju demokratisasi yang dimulai sejak 10 tahun terakhir menghasilkan empat pemimpin baru di Indonesia. "Tetapi setiap pergantian selalu diikuti perubahan kebijakan sehingga memicu pemikiran bahwa muncul generasi yang kehilangan arah atau prioritas," kata Tanri Abeng yang sempat dijuluki Manajer Satu Miliar itu. Ia mencontohkan rencana kerja utama pengembangan BUMN semasa ia menjabat menjadi menteri yang kini diterapkan pihak Malaysia. Ia yakin, konsep tersebut akan membantu Indonesia mengatasi keterpurukan yang masih dialami seluruh masyarakat. (*)

Pewarta: muhaj
COPYRIGHT © ANTARA 2008