Jakarta, (ANTARA News) - Regulator telekomunikasi mendukung Pemda DKI Jakarta membongkar menara radio pemancar (BTS) tidak berizin, namun jangan asal bongkar karena bisa menyebabkan "blackout" (hilang) sinyal telekomunikasi. "Penertiban BTS tidak berizin hak Pemda DKI, tetapi menara yang berizin tidak semua harus ditebang karena bisa membuat sinyal telekomunikasi di Jakarta kacau," kata anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi, di Jakarta, Minggu. Dalam menertibkan menara tidak berizin itu, Pemda DKI harus memperhatikan ketentuan Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi," Menurut Heru, sesuai PM No.2 Tahun 2008 yang baru berlaku mulai 17 Maret 2008 masih perlu disosialisasikan intensif untuk menghindari adanya multi tafsir dan multi interpretasi yang kontra produktif. "Dalam konsep pengaturan menara bersama (tower sharing) telekomunikasi diberikan waktu dua tahun bagi operator untuk mempersiapkan pondasi dan struktur untuk satu wilayah," kata Heru. Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menginstruksikan Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan (Dinas P2B) membongkar menara BTS yang tidak berizin (illegal) selain karena membahayakan keselamatan, diduga merugikan negara. Pembongkaran merujuk pada Peraturan Gubernur No.1/2006 tentang Pembangunan dan Penataan Menara Selular, bahwa di dalam satu menara harus ada minimal tiga operator. Dinas P2B mencatat dari sekitar 3.000 unit menara, sebanyak 1.508 menara tanpa izin akan dibongkar, serta membatasi jumlah BTS di wilayah DKI Jakarta hanya sekitar 750 menara. Dalam penataannya, Pemda DKI menetapkan penempatan BTS disesuaikan dengan wilayah bisnis, menempel di gedung, termasuk mengatur ketinggian menara. Sementara itu, Direktur corporate Services PT Bakrie Telecom, Rakhmat Junaidi mengatakan, pemda DKI Jakarta agar bersikap bijaksana dalam melakukan penertiban BTS karena banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam implementasi menara bersama. "Saya yakin banyak operator telekomunikasi yang belum mengetahui soal pembongkaran menara tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) akan membentuk Tim untuk berkoordinasi dengan Pemda DKI Jakarta," kata Rakhmat. Menurut seorang sumber di operator, konsep menara bersama masih sulit diterapkan karena kapasitas frekuensi sangat terbatas, sehingga membutuhkan jumlah BTS yang lebih besar. "Kalaupun secara teknis satu menara BTS bisa untuk tiga operator, namun masing-masing (operator) memiliki kapasitas pelanggan yang berbeda, sehingga bisa saja satu menara hanya bisa digunakan satu operator," kata sumber tersebut. Dengan demikian, dibutuhkan "joint planning" antar operator untuk mengetahui detil dan disain kebutuhan dasar operator mengikuti "tower sharing" sehingga lebih optimal. Meski begitu sumber itu meminta agar dalam penataan menara tersebut tidak ada indikasi monopoli menara. Heru Sudati mengatakan jika memang ada penyedia tower tetap memperhatikan antimonopoli sesuai dengan UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2008