Jakarta (ANTARA News) - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ketut Untung Yoga Ana di Jakarta, Minggu menyatakan Maftuh Fauzi, mahasiswa Universitas Nasional(Unas), Jakarta meninggal dunia akibat komplikasi penyakit dalam dan HIV. Ia mengatakan hal itu setelah polisi menerima hasil visum Maftuh dari tim dokter RSUD Kebumen, Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dan Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro, Semarang. "Dengan begitu, Maftuh bukan meninggal dunia akibat tindakan kekerasan termasuk kekerasan oleh polisi," kata Yoga Ana. Yoga mengatakan memang ada bekas luka di bagian kepala korban. Namun telah sembuh dan tidak mengakibatkan kematian. Menurut dia, salinan hasil visum yang diterima polisi menyebutkan tidak ada tanda-tanda kekerasan pada otak dan organ-organ dalam yang lainnya. Otopsi itu antara lain menyebutkan adanya radang otak, akut, (telah berlangsung lama), radang paru akut, sembab paru, radang ginjal akut, radang hati akut, dan radang limpa akut. "Keadaan radang akut pada organ-organ tersebut dapat mengakibatkan kematian," ujar Yoga Ana. Hasil otopsi juga menyebutkan korban positif mengidap HIV. Pada 24 Mei 2008, sekitar pukul 04.30 WIB, polisi dan mahasiswa bentrok di depan kampus Unas, saat unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. Dalam insiden itu, ratusan mahasiswa melempari polisi dengan bom molotov, batu, dan botol hingga membuat polisi mengambil tindakan dengan menangkap puluhan mahasiswa baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Polisi menetapkan 33 mahasiswa sebagai tersangka dan sebagian menjadi tersangka kepemilikan ganja. Para mahasswa yang ditahan di Mapolres Jakarta Selatan lalu mendapat penangguhan penahanan. Salah seorang mahasiswa yakni Maftuh dirawat di RS UKI karena terluka dalam insiden itu. Namun karena RS itu tidak mampu maka korban dirujuk ke RS Pusat Pertamina atau RSPP. Maftuh meninggal dunia di RSPP hingga menyebabkan sebagian mahasiswa Unas menuduh polisi telah menganiaya Maftuh hingga menjadi penyebab kematiannya. Kendati doker RSPP telah menerangkan bahwa korban meninggal dunia karena penyakit dalam dan bukan karena tindak kekerasan, tapi sebagian mahasiswa memprotes keterangan dokter itu. Sebelum dimakamkan di Kebumen Jawa Tengah, korban diotopsi tim dokter untuk memastikan penyebab kematiannya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008