Toyako, Jepang (ANTARA News) - Presiden Rusia Dmitry Medvedev dan PM Jepang Yasuo Fukuda Selasa setuju untuk memecahkan perselisihan wilayah yang telah berusia beberapa dasawarsa "secepat mungkin", pejabat Jepang mengatakan. "Kalau kami tidak memecahkan masalah wilayah itu, perasaan orang terhadap satu sama lain di negara kami tidak akan meningkat," Fukuda mengatakan pada Medvedev dalam pembicaraan di sela pertemuan puncak Kelompok Delapan, kata seorang pejabat Jepang. Medvedev sebagaimana dikutip mengatakan pada Fukuda: "Jika masalah teritorial telah dipecahkan, hubungan bilateral akan meningkat ke tingkat tertinggi". Rusia dan Jepang tidak pernah menandatangani perjanjian damai untuk mengakhiri secara resmi Perang Dunai II karena tuntutan Tokyo atas empat pulau yang tentara Soviet rebut pada 1945 di lepas pantai utara pulau Hokkaido, Jepang. Fukuda dan Medvedev setuju bahwa tiadanya perjanjian damai "telah menjadi rintangan untuk mengembangkan lebih luas hubungan bilateral," kata pejabat tersebut. Mereka setuju untuk menandatangani perjanjian damai "secepat mungkin guna memulihkan hubungan bilateral", yang akan mencakup penyelesaian sengketa wilayah itu, katanya. Kedua pemimpin itu setuju untuk memulai pembicaraan bilateral pada tingkat menteri akhir tahun ini dan Fukuda telah mengundang pendahulu Medvedev, Vladimir Putin, yang memperoleh jabatan perdana menteri yang sangat berkuasa, ke Jepang akhir tahun ini, kata pejabat. Medvedev mengatakan dalam wawancara sebelumnya dengan media Jepang bahwa setiap penyelesaian akan sengketa wilayah harus didasarkan pada pernyataan yang dibuat pada masa lalu termasuk resolusi 1993 setelah ambruknya Uni Soviet yang mana Rusia telah menyepakati keempat pulau yang diperselisihkan. Pernyataan itu disambut baik oleh Tokyo karena mereka bersuara lebih moderat ketimbang Putin, yang menekankan pentingnya deklarasi 1956 yang menyebutkan kemungkinan perjanjian hanya mengenai dua dari keempat pulau tersebut. Bagaimanapun, para diplomat Jepang menyuarakan kehati-hatian Selasa. "Kami harus menyelidiki arti sebenarnya dari uacapannya dalam pembicaraan yang akan datang," kata seorang pejabat senior, seperti dilaporkan AFP.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008