Padang (ANTARA News) - Memasuki tahun ajaran baru dalam jumlah besar tukang jahit baju di Kota Padang, Sumbar, justru sepi pesanan dan omzetnya turun, karena orangtua murid lebih memilih membeli baju seragam instan (pakaian jadi--red), dan diperburuk adanya praktik "monopoli" pengadaan seragam oleh sekolah. Informasi yang dihimpun ANTARA di Kota Padang, Minggu, menunjukkan, unit-unit usaha jasa penjahitan pakaian, di antaranya di Pasar Raya Kota Padang, nyaris tak bekerja karena tak ada pesanan, di tengah tingginya kebutuhan baju seragam, memasuki awal tahun ajaran baru. Penjahit di Pasar Raya Padang, Man, mengaku, tak menikmati kondisi sedang "booming"-nya, permintaan akan baju seragam baru tahun ajaran baru sekarang. "Tak banyak yang memesan baju seragam sekolah saat ini," katanya dengan nada tak bergairah itu. Ia menilai, orangtua wali murid kini lebih memilih membeli baju siap pakai, lebih dikenal sebutan baju seragam instan, khsususnya bagi anaknya yang naik kelas mulai tingkat SD, SMP hingga SMA/SMU. Sedang bagi anaknya masuk kelas satu baik tingkat SD, SMP dan SMA/SMU, lebih menyerahkan pada unit sekolahnya, yang memang untuk memonopolinya. Ia mengaku tak bisa berbuat banyak oleh ulah-ulah unit sekolah yang menginginkan memonopoli pengadaan baju seragam itu. "Kita mau bila apa," katanya dengan nada agak ketus itu. Ia juga dapat memaklumi, orang tua murid lebih memilih baju siap seragam siap pakai itu, karena memang harga lebih murah. "Kami tukang jahit hanya kebagian, jika ukuran baju untuk anak didik itu, tak tersedia di pasaran," katanya. Upah menjahit pakaian seragam SMA Rp75 ribu sampai Rp100 ribu, belum termasuk dasar kainnya, dan upah akan naik jika dasar kainnya lebih bermutu. Jika menggunakan mutu kain standar termasuk upah satu stel pakaian seragam minimal Rp90 ribu. "Biaya itu dinilai terlalu mahal, maka banyak masyarakat lebih memilih untuk membeli baju seragam siap pakai," katanya. Ia juga menyakan prihatin, ada juga pengguna jasanya yang kecewa karena pakaian seragam tidak rampung sesuai jadwalnya, dampak padamnya lampu secara bergilir, yang terkadang tak teratur jadwalnya. "Kondisi itu, juga ikut mempengaruhi, orangtua wali murid lebih memilih membeli baju siap pakai itu, katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008