Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisis III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Gayus Lumbuun di Jakarta, Mingu menilai pencopotan jabatan status hakim sekaligus selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat Khaidir hanyalah tindakan formalitas. "Iya, terkesan amat formalitas dan hanya agar masyarakat melihat sudah ada tindakan dari lembaga Mahkamah Agung (MA)," katanya kepada ANTARA. Ia mengatakan hal itu menanggapi keputusan MA yang hanya mencopot jabatan hakim dan ketua pengadilan negeri Jakarta Barat Khaidir terkait terbongkarnya pembicaraan teleponnya dengan Arthalyta Suryani, tersangka kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan dalam perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). "Sudah jelas, ada pelanggaran etika bahkan ada indikasi perbuatan hukum lebih dari itu. Karena dalam rekaman telepon itu terungkap permintaan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat (Jakbar) yang juga seorang hakim kepada saudari Arthalyta untuk kepentingan atasannya di MA, sehubungan acara main golf di China," tutur Gayus, mengutip bunyi rekaman yang telah ditayangkan secara luas oleh beberapa stasiun televisi itu. Karena itu, Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR itu berharap ada tindakan lebih dari sekedar mencopot oknum hakim yang terindikasi bermasalah itu. "Perlu tindakan lebih dan ada suatu proses hukum. Yang sekarang hanyalah merupakan bentuk tindakan formalitas agar masyarakat melihat telah ada tindakan dari lembaga MA," katanya. Mengapa hanya sebatas pencopotan, karena menurut Gayus , jika lebih dari itu ada indikasi akan adanya buka-bukaan atas kerja MA yang diketahui para ketua PN dan Pengadilan Tinggi (PT) selama ini. "Kan hal yang aneh perbuatan yang sudah terang-terangan terungkap di publik oleh seorang ketua pengadilan yang meminta sesuatu (kepada pengusaha) hanya mendapat pencopotan jabatan saja. Padahal, sesuai ketentuan pada UU Nomor 22 tahun 2004 pasal 22 (d) serta pasal 23 (2) dan (4), pemeriksaan terhadap pelanggaran etika hakim dilakukan pengusutan oleh Komisi Yudisial (KY) dan keputusan MA nanti setelah menerima rekomendasi yang disampaikan oleh KY kepada MA," urainya. Kalau terjadi pembangkangan terhadap ketentuan ini, lanjutnya, maka sebaiknya KY melalui penegak hukum bisa menjalankan wewenangnya secara paksa. "Soalnya sudah terjadi pelanggaran hukum," tegas Gayus.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008