Pekanbaru (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) oleh DPR bersama Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) sebagai departemen teknis yang mewakili pemerintah dipercepat. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Riyanto dalam lokakarya antikorupsi bagi para jurnalis di Pekanbaru, Riau, Rabu. Ia menjelaskan, jika tidak segera dibahas, maka tenggat waktu yang diberikan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kepada pembentuk Undang-Undang yaitu Pemerintah dan DPR selama tiga tahun akan segera berakhir. Itu berarti UU tersebut harus sudah jadi pada 19 Desember 2009 mendatang. "Kalau tidak terbentuk maka fungsi pengadilan korupsi dikembalikan kepada pengadilan umum," katanya. Padahal, menurutnya, pengadilan khusus untuk menangani korupsi masih sangat dibutuhkan keberadaannya dalam upaya memberantas kasus korupsi. Selama ini Pengadilan Tipikor menunjukkan kinerja yang sangat baik dan tidak pernah membebaskan para pelaku korupsi. Karena itu menurut Bibit, KPK sangat mengharapkan bahwa pembahasan RUU pengadilan tipikor tersebut segera dibahas sehingga dapat terselesaikan sesuai tenggat waktu yang diberikan. Menurut dia, dalam upaya memberantas praktik korupsi di Indonesia, KPK sangat memerlukan keberadaan pengadilan tipikor. Sebelumnya, MK pada 19 Desember 2006 mengeluarkan putusan pembatalan Pasal 52 UU Nomor 32/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memerintahkan agar pengadilan tipikor diatur dalam UU tersendiri untuk mengakhiri dualisme yang terjadi dalam sistem peradilan pidana korupsi. Pembentukan UU Pengadilan Tipikor itu diberi batas sampai tiga tahun sejak putusan itu dikeluarkan. Itu berarti UU tersebut harus sudah jadi pada 19 Desember 2009 mendatang. Waktu yang diberikan oleh MK sendiri saat ini sudah berjalan 1,5 tahun, namun dalam rentang waktu itu belum juga ada tanda-tanda keseriusan pemerintah untuk segera menyelesaikan UU Pengadilan tipikor. Sementara itu, Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Teten Masduki pernah mengatakan bahwa Depkumham dan DPR harus berinisiatif untuk mendorong dibahasnya RUU tersebut di DPR. Menurutnya, jika sampai pada waktu yang ditentukan, pemerintah tidak mensahkan sebuah Undang-Undang sebagai payung hukum, maka eksistensi Pengadilan Tipikor yang ada saat ini menjadi hilang dan penanganan kasus korupsi akan diperiksa oleh pengadilan umum. "Jika ini yang terjadi maka melemahkan upaya memberantas korupsi," tegasnya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008