Jakarta (ANTARA News) - Seorang tokoh senior Timor Leste Mari Alkatiri menyatakan bahwa pemerintah Indonesia maupun Timor Leste terus berusaha memperkuat hubungan. "Pemerintah Indonesia telah banyak berbuat untuk memperkuat hubungan dengan siapapun yang memerintah Timor Leste," kata mantan Perdana Menteri Mari Alkatiri dalam sebuah dialog tentang Seputar Perkembangan di Timor Timur yang diselenggarakan Universitas Paramadina di Jakarta Kamis. Acara tersebut dihadiri antara lain oleh Rektor Universitas Paramadina Dr. Anies Baswedan, sejumlah akademisi dan wartawan. Lebih jauh Alkatiri mengatakan sebagai sebuah negara berpenduduk 1,1 juta jiwa yang relatif masih baru, Timor Leste ingin menjalin hubungan baik dengan para tetangganya seperti Indonesia dan Australia dan juga menjadi anggota penuh perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN). Kerjasama-kerjasama dengan berbagai negara baik bersifat bilateral maupun multilateral diharapkan dapat memajukan tingkat ekonomi Timor Leste, katanya. Dalam acara itu, ia menjelaskan usaha-usaha yang dilakukannya semasa menjadi perdana menteri pada kurun waktu 2002-2006 untuk mencapai kemakmuran, stabilitas dan proses demokratisasi di negerinya. "Kami ingin membangun negara yang tak hanya bergantung pada minyak dan gas tetapi juga mendorong pembangunan di bidang lain seperti pertanian dan pariwisata," katanya. Ia mengatakan ratusan mahasiswa dari Timor Leste dikirim untuk belajar ke luar negeri dan berharap mereka dapat memberi iuran bagi negerinya jika selesai menamatkan belajarnya. Diakuinya bahwa Timor Leste masih kekurangan tenaga-tenaga ahli seperti di bidang kesehatan. "Kami mengundang tenaga-tenaga ahli dari luar negeri untuk bekerja dan sekaligus melatih rakyat kami," katanya. Alkatiri berada di Jakarta dua hari setelah para pemimpin Indonesia dan Timor Leste menerima laporan akhir Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua Bali, Selasa siang (15/7). Laporan setebal 300 halaman yang diserahkan Ketua KKP Indonesia, Benyamin Mangkoedilaga, kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta, dan Perdana Menteri Xanana Gusmao itu menjadi momentum penting kedua bangsa untuk merajut masa depan hubungan yang lebih baik. Laporan itu mengungkap fakta tentang pihak-pihak yang terlibat dalam rangkaian aksi kekerasan dan pelanggaran hak azasi manusia (HAM) sebelum dan setelah jajak pendapat 1999 yang dimenangkan kelompok pro-kemerdekaan Timor Timur (Timtim) ini dapat diterima baik pemerintah kedua negara. Presiden Yudhoyono bahkan menyampaikan penyesalan yang amat dalam atas pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah bekas provinsi ke-27 Negara Kesatuan RI pada 1999 dan menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Pemerintah RI juga berjanji segera mempelajari dan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi KKP dan akan mengambil inisiatif yang perlu untuk memajukan persahabatan rakyat kedua negara. Seperti halnya Indonesia, Presiden Ramos Horta juga berjanji segera menganalisa laporan akhir komisi yang dibentuk pemerintah kedua negara tahun 2005 ini dan setuju menjalankan rekomendasi laporan tersebut dengan semangat saling memaafkan untuk meningkatkan hubungan baik kedua negara. Mengomentari laporan KKP, Alkatiri menyarankan kepada pemerintah dan parlemen Timor Leste memperdebatkannya guna mencari keadilan. "Inilah proses demokratisasi...Saya yakin keadilan sangat penting untuk memecahkan masalah," kata tokoh Partai Fretilin itu yang pernah hidup di pengasingan di Angola dan Mozambik. (*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008