Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief mengatakan, ancaman ledakan kelahiran bayi di Indonesia sudah terlihat di depan mata. "Tak ada waktu untuk bersantai, pengelolaan masalah laju pertumbuhan penduduk harus segera dilakukan karena indikasi terjadinya `baby booming` tahap kedua bukan dramatisasi," kata Sugiri Syarief dalam Konferensi Nasional Kependudukan dan Pembangunan di Jakarta, Senin. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2007, katanya, menunjukkan sinyal kuat bahwa ledakan kelahiran bayi sangat mungkin terjadi kembali di Indonesia. Menurut hasil survei itu, selama 2007 peserta program Keluarga Berencana (KB) hanya meningkat satu persen dari 60,3 persen menjadi 61,4 persen dan tingkat fertilitas total dalam lima tahun terakhir terhenti, hanya 2,6 anak per perempuan usia subur. Jumlah pasangan usia subur yang membutuhkan dan ingin menggunakan alat kontrasepsi namun karena berbagai hal tidak bisa melakukannyajuga meningkat dari 8,6 persen menjadi 9,1 persen. Bila kondisi yang demikian terus berlanjut tanpa ada upaya memadai untuk mengendalikannya, kata dia, pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia akan terus meningkat. Ia mengatakan, bila peserta program KB hanya satu persen per tahun maka jumlah penduduk Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai 237 juta jiwa. Sedangkan bila peserta program KB konstan maka jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta jiwa. "Dan bila jumlahnya turun 0,5 persen per tahun maka penduduk Indonesia akan bertambah menjadi 270 juta jiwa tahun 2015," katanya. Semakin banyak jumlah penduduk maka akan semakin besar pula beban yang harus ditanggung. Oleh karena itu, menurut Sugiri, pertumbuhan penduduk mesti dikendalikan supaya tidak menambah beban dan menghabiskan hasil pembangunan yang telah dicapai. "Idealnya, sebuah negara perlu mencapai populasi stabil," katanya. Indonesia, menurut dia, akan bisa mencapai populasi stabil ketika penduduk tumbuh seimbang atau tidak tumbuh bila tingkat fertilitas total bisa mencapai 2,1 anak per perempuan, rasio reproduksi atau rata-rata jumlah anak perempuan per keluarga satu orang dan peserta program KB mencapai 70 persen. Persyaratan itu, menurut dia, cukup sulit dipenuhi karena saat ini program KB cenderung stagnan akibat memudarnya komitmen politis dan operasional dari berbagai pihak, mengendurnya kegiatan penyuluhan KB dan melemahnya peran instansi KB di kabupaten/kota. Guna mengatasi masalah itu, Sugiri menjelaskan, BKKBN telah melakukan berbagai upaya untuk membangkitkan kembali program KB, yang pada masa lalu dinilai sangat berhasil. Kelembagaan pengelola program KB di kabupaten/kota, menurut dia, sedang diperbaiki dengan meningkatkan komitmen politik dan operasional dari semua pemangku kepentingan di daerah.(*)

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008