Surabaya (ANTARA News) - Aktivitas zona subduksi (zona tumbukan) yang terbentuk akibat tumbukan lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia menjadi penyebab gempa yang terjadi di Wonogiri, Jogjakarta, Minggu (20/7) kemarin. Gempa ini tidak hanya dirasakan di Wonogiri dan Bantul, Yogyakarta, tetapi juga di Pacitan, Tulungagung dan Trenggalek, Jawa Timur. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Dr Surono dalam keterangan persnya, Senin (21/7), mengatakan, berdasarkan informasi dari petugas Gunung Kelud, Kediri, Jawa Timur, kejadian gempa bumi tersebut dirasakan dengan intensitas II pada skala MMI (Modified Marcalli Intensity), serta terekam pada alat pencatat gempa bumi dengan amplitudo maksimum 20 mm selama 435 detik. Sedangkan berdasarkan informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, gempa terasa di Yogyakarta dengan intensitas III MMI dan terekam pada alat pencatat gempa di Pos Pengamatan Gunungapi Merapi dengan amplitudo maksimum 110 mm selama 300 detik. Hingga saat ini gempa bumi tersebut tidak mempengaruhi aktivitas Gunung Merapi dan Kelud. Belum ada laporan mengenai kerusakan dan korban yang ditimbulkan akibat gempa bumi itu. Menurut Surono, berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisikan (BMG) gempa bumi terjadi pukul 13.11 WIB. Pusat gempa berada pada koordinat 9,0 derajat Lintang Selatan dan 111,310 derajat Bujur Timur, dengan magnitudo 5,9 skala richter di kedalaman 10 km. Pusat gempa berada di laut dengan jarak 135 km tenggara Wonogiri. Sedangkan berdasarkan US Geological Survey (USGS) pusat gempa berada di koordinat 8,690 derajat Lintang Selatan dan 111,310 derajat Bujur Timur dengan magnitudo 5,3 Mw pada kedalaman 83,5 km. Pusat gempa berada di laut dengan jarak 140 km Tenggara Yogyakarta. Sedangkan data dampaknya, gempa Wonogiri ini dirasakan secara meluas namun tidak menimbulkan kerusakan. Kondisi demikian merupakan karakteristik dari gempa bumi medan jauh (far-field) atau gempa bumi dengan episenter pada kedalaman yang cukup dalam. Pusat gempa bumi yang dalam ini, energinya akan dirambatkan dalam bentuk goncangan hingga mencapai radius yang jauh dan mengalami atenuasi atau pelemahan. Sebagai contoh, gempa bumi di Indramayu tahun 2007 lalu. Gempa tersebut dirasakan dengan radius yang sangat jauh hingga ke Pulau Sumatera. Namun tidak menimbulkan kerusakan. Sedangkan gempa bumi di Pangandaran Tahun 2006 yang mengakibatkan tsunami, gempa bumi ini merupakan gempa bumi dengan kedalaman dangkal. Goncangannya lebih terlihat di permukaan, sehingga biasanya dapat menimbulkan kerusakan, namun goncangannya hanya dirasakan pada radius yang dekat. PVMBG menyarankan pada masyarakat, agar tidak terpancing isu-isu yang tidak bertanggung jawab terkait gempa bumi. Namun masyarakat diharapkan tetap waspada dengan kejadian gempa susulan yang umumnya energinya semakin mengecil. Gempa ini tidak menimbulkan tsunami, karena meski gempa berpusat di laut, tetapi pusat gempa buminya dalam, dan energinya tidak cukup kuat menimbulkan deformasi di dasar laut atau memicu terjadinya tsunami.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008