Darwin (ANTARA News) - "Sail Indonesia", reli kapal pesiar (yacht) yang tahun ini diikuti 121 kapal pesiar dari 15 negara, merupakan promosi besar bagi potensi pariwisata bahari Indonesia karena kegiatan tahunan ini merupakan yang terbesar di kawasan Asia Tenggara. Namun peraturan baru kantor Bea cukai RI yang mewajibkan nakhoda kapal-kapal peserta menyerahkan uang deposit sebesar lima sampai 10 persen dari harga kapal sebagai jaminan tidak hanya menyulitkan tetapi kerap dipertanyakan banyak peserta. Pernyataan itu disampaikan Ketua Panitia "Sail Indonesia" (SI) 2008 di Darwin, David Woodhouse, kepada ANTARA yang menemuinya di atas geladak kapal "Spirit of Darwin" sebelum dilangsungkan acara pelepasan (flag off) kapal-kapal peserta di perairan Teluk Fannie "Sailing Club" Darwin, Sabtu. Peraturan yang mewajibkan pembayaran uang jaminan pajak itu sepatutnya tidak dibebankan kepada kapal-kapal peserta SI karena mereka bergerak selama tiga bulan dan tidak kemudian menetap di Indonesia. "Peraturan ini menimbulkan masalah-masalah yang seharusnya tidak perlu terjadi. Kewajiban membayar `duty bond` ini seharusnya hanya diberlakukan kepada kapal-kapal yang masuk dan menetap di Indonesia tapi kalau mereka yang hanya tiga bulan berlayar dan keluar dari Indonesia harusnya dibebaskan dari aturan ini," katanya. "Masalahnya adalah sebagian besar peserta Sail Indonesia 2008 adalah orang-orang yang baru pertama kali ikut dan mereka tidak punya pengalaman tentang peraturan di Indonesia. Mereka ini adalah para pelaut yang berkeliling dunia," kata Woodhouse. Belum baiknya sistem teknologi informasi dan komunikasi antara petugas bea cukai yang ada di Kupang (pintu masuk jalur barat SI) dengan rekan mereka yang ada di Batam sebagai pintu keluar perairan Indonesia misalnya merupakan kendala yang dikhawatirkan banyak kapal peserta, katanya. Jika "duty bond" itu tetap dibebankan, setiap peserta harus menyerahkan uang sebesar lima hingga 10 persen dari harga kapal yang berkisar antara 400 hingga 500 ribu dolar Amerika Serikat (AS), katanya. Hanya saja, masalah "duty bond" ini terpecahkan panitia setelah Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, Aji Sularso, mau "menjadi penjamin" kapal-kapal peserta SI, kata David Woodhouse. "(Nakhoda) kapal-kapal peserta Sail Indonesia ini telah berjanji untuk strik pada tanggal masuk dan tanggal keluar mereka (dari Indonesia) sehingga pihak bea cukai mengetahuinya dengan baik," katanya. Di luar kendala yang tidak perlu ini, kerja sama pemerintah daerah yang wilayahnya masuk rute SI dengan pihak panitia di Darwin sudah berjalan dengan baik. Masyarakat setempat pun menyambut ratusan awak kapal-kapal peserta dengan penuh semangat, ramah, dan mengisinya dengan beragam acara seni-budaya, katanya. Malaysia Bebaskan Duty Bond Peraturan Indonesia yang dirasakan David Woodhouse menjadi "kendala yang sepatutnya tak perlu terjadi ini" justru tidak ditemukan kapal-kapal peserta SI 2008 saat mereka memasuki perairan negeri jiran, Malaysia. Wakil "Sail Malaysia", Sazli Kamal Basha, yang hadir dalam acara "flag off" SI 2008 di Darwin mengatakan, pemerintah Malaysia tidak menerapkan "duty bond" apapun kepada kapal-kapal pesiar peserta SI yang mengunjungi Johor Baru-Pangkur-Penang-dan Langkawi setelah mereka keluar dari Batam. "Tak ada `duty bond` (kewajiban uang jaminan) apapun. Kita buat orang senang untuk melawat ke Malaysia," katanya. Tanggal masuk dan keluar kapal-kapal peserta SI yang biasanya menghabiskan waktu dua minggu di setiap pelabuhan Malaysia yang mereka kunjungi itu telah sangat jelas bagi otoritas di negaranya sehingga selama ini kedua pihak sama-sama senang, katanya. Persoalan aturan bea cukai RI yang dipandang David Woodhouse sebagai kendala bagi semakin menariknya kegiatan "Sail Indonesia" ini telah pun pernah diungkap pejabat di Konsulat RI Darwin tahun lalu setelah muncul pertanyaan dari nakhoda kapal pesiar asing yang ingin berlayar ke Indonesia. Dalam satu penjelasan kepada ANTARA Agustus 2007, Teguh Wiweko, diplomat RI yang pernah menjadi sekretaris I di Konsulat RI Darwin, mengatakan, beberapa pemilik kapal pesiar sempat menanyakan masalah peraturan baru ini karena menurut mereka implementasinya belum sepenuhnya dapat dimengerti dan simpang siur. Sebenarnya, sesuai dengan peraturan baru Bea Cukai RI yang menganggap kapal pesiar sebagai barang impor yang harus diekspor kembali itu, uang yang wajib disetorkan para pemilik "yacht" itu adalah uang deposit yang akan dikembalikan ketika mereka mau meninggalkan perairan Indonesia, katanya. Namun, yang membingungkan para petualang dengan kapal-kapal pesiar itu adalah pelaksanaan peraturan itu oleh para petugas di berbagai daerah karena jika mereka berlayar dari Darwin ke Kupang dengan tujuan Singapura via Batam misalnya, apakah mereka dapat mengambil uangnya di Batam atau harus di Kupang. Jika Malaysia dan Thailand sudah tidak lagi memberlakukan peraturan "clearance approval" (izin) bagi para pemilik "yacht" asing yang ingin melintasi perairannya, maka Indonesia justru masih memberlakukan hal itu dan ditambah lagi dengan peraturan baru Bea Cukai RI tentang uang deposit tersebut, katanya. "Dari orang-orang yang menanyakan masalah peraturan baru beacukai ini, tertangkap jelas bahwa mereka bingung karena bagaimana kalau mereka masuk Indonesia lewat Kupang dan keluar Indonesia lewat Batam dalam pelayaran mereka ke Singapura. Apakah uang jaminan yang dibayarkan itu akan dibayarkan dan oleh siapa?" kata Teguh Wiweko. Menghadapi orang-orang yang bertanya ini, dia saat itu menjelaskan bahwa pembayaran uang jaminan tersebut sudah merupakan regulasi yang sah namun pihaknya memiliki keterbatasan dalam memberikan penjelasan yang lebih dari itu. Animo para pelayar Australia dan negara-negara lain untuk mengunjungi Indonesia baik secara perorangan maupun berkelompok tetap tinggi disamping mereka yang mengikuti SI dan Lomba Layar Darwin-Ambon. Berdasarkan pengamatannya, pada Agustus-September, ada pula rombongan kapal yang mengikuti reli "Blue Water" (keliling dunia) yang menjadikan Indonesia dan Australia sebagai titik singgah. Dari pengalaman selama ini, para petualang yang berlayar secara individual yang jumlahnya bisa mencapai 10 hingga 25 kapal antara Mei dan September setiap tahunnya itu yang biasanya berhadapan dengan peraturan tentang pembayaran uang jaminan ini, katanya. "Mungkin kebijakan ini sudah tepat tapi implementasinya memicu munculnya pertanyaan-pertanyaan dari mereka," katanya. "Sail Indonesia 2008" Sementara itu, terkait dengan pelaksanaan SI 2008, Konsulat RI di Darwin, Harbangan Napitupulu, melepas para peserta reli kapal layar "Sail Indonesia" dari 15 negara dari atas geladak kapal "Spirit of Darwin" yang lego jangkar di perairan Teluk Fannie "Sailing Club" Darwin, Sabtu pagi sekitar pukul 11.00 waktu setempat. Segera setelah dilakukan tembakan oleh Napitupulu yang menandai "flag off", kapal-kapal peserta yang sejak beberapa jam sebelumnya telah bersiap mulai meluncur ke arah utara menuju Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai pelabuhan pertama yang akan disinggahi. SI 2008 jalur barat diikuti 116 buah kapal pesiar dari Australia, Jerman, Belanda, Inggris, Norwegia, Amerika Serikat, Perancis, Swiss, Kanada, Selandia Baru, Afrika Selatan, Turki, Jepang, Swedia, dan Austria. Acara "flag off" yang berlangsung di atas kapal "Spirit of Darwin" yang bertolak dari Pelabuhan Teluk Cullen itu diikuti puluhan warga Indonesia dan Australia. Di antara mereka yang menyaksikan "flag off" itu adalah Walikota Palmerston, Robert Macleod JP, Ketua Panitia SI 2008, David Woodhouse, Manajer Garuda Darwin, Sahrul Tahir, Mayor Laut (P) Ridwan Prawira (perwira TNI yang menjadi peninjau dalam Latihan Kakadu), dan sejumlah staf Konsulat RI Darwin. Pada hari yang sama, 16 kapal pesiar yang mengikuti Lomba Kapal Pesiar Darwin-Ambon juga dilepas. Dalam acara pelepasan yang berlangsung di atas geladak kapal perang HMAS Bathurst itu, hadir Administratur Northern Territory Tom Pauling, Kabid Penerangan Sosial dan Budaya Konsulat RI Darwin, Arvinanto Soeriaatmadja, Hidayat (staf fungsi konsuler Konsulat RI Darwin), dan Perwira TNI AL, Mayor Laut (P) Salim. Terkait dengan SI jalur barat, ratusan kapal peserta akan melakukan pelayaran sekitar tiga bulan. Rutenya adalah Darwin (Australia) terus masuk perairan Indonesia lewat Kupang (NTT) - Alor - Lembata - Maumere - Riung - Labuan Bajo - Bali - Karimun Jawa - Kumai - Bangka Belitung dan berakhir di Batam. Dari Batam, kapal-kapal peserta melanjutkan pelayaran ke Singapura dan Pulau Langkawi (Malaysia). Selain 116 kapal pesiar yang akan bertolak pada 26 Juli itu, ada lima kapal pesiar lain yang juga mengikuti Sail Indonesia jalur timur. Kapal-kapal yang mengikuti SI jalur timur sudah berangkat 5 Juli lalu ke Saumlaki, kota kecil yang terletak di Pulau Yamdena (bagian dari Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Maluku) untuk kemudian bergabung dengan para peserta SI jalur barat di Makassar, Sulawesi Selatan. Sesuai dengan informasi panitia SI 2008, kapal-kapal peserta SI jalur timur ini juga mengunjungi Tual, Banda, Saparua, Ambon, Ternate, Manado, Mamuju, dan Pare-Pare. Dari Makassar, kapal-kapal peserta Sail Indonesia jalur timur dan barat bertemu untuk kemudian berlayar menuju Kumai, Bangka Belitung, dan Batam (Indonesia) sebelum memasuki perairan Singapura dan berakhir di Langkawi, Malaysia. Kegiatan bahari internasional yang diselenggarakan Yayasan Cinta Bahari Indonesia (YCBI) bekerja sama dengan Raffles Marina Singapura ini mendapat dukungan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI. Bagi David Woodhouse, di masa mendatang, kendala-kendala yang tak perlu sepatutnya tidak ada lagi. "Kami senantiasa menantikan datangnya kondisi yang lebih baik dan lancar," katanya. (*)

Oleh Oleh Rahmad Nasution
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008