Jakarta (ANTARA News) - PT Garuda Indonesia (Garuda) secara resmi akan mempertanyakan berlanjutnya larangan terbang Uni Eropa (UE) bersama seluruh maskapai di Indonesia. "Kami akan mempertanyakan keputusan itu secepatnya melalui surat resmi ke UE," kata Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar kepada pers saat menjelaskan `Garuda Indonesia Tennis Series 2008" di Jakarta, Selasa. Menurut dia, pertanyaan Garuda ke UE itu adalah ingin tahu alasan detail UE mengapa larangan terbang itu, berlanjut, sementara pada sisi lain, ada pengakuan sudah ada perbaikan standar keselamatan oleh sejumlah maskapai Indonesia. Garuda, kata Emirsyah, adalah operator penerbangan pertama di Indonesia yang dapat sertifikat IOSA (IATA Operational Safety Audit) dari IATA (International Air Transport Association). "IOSA sudah dipakai oleh beberapa negara maju sebagai standar safety. Artinya, Garuda sejajar dengan sejumlah maskapai global yang juga punya IOSA seperti British Airways, SIA, Cathay Pasific dan lainnya," katanya. Emir menambahkan, untuk mendapatkan sertifikat IOSA, ada 900 item lebih yang diperiksa dan diaudit. "Kami berharap larangan terbang UE atas Indonesia, selesai akhir tahun ini," katanya. Emir menolak berkomentar terhadap pernyataan bahwa larangan terbang UE itu aneh karena pada satu sisi UE tidak percaya pada Indonesia, tetapi sejumlah pesawat Eropa masih mendarat dan terbang di atas Indonesia. "Kalau soal itu, tanyakan ke regulator (Departemen Perhubungan)," katanya. Larangan terbang UE dimulai sejak 6 Juli 2007 dan berlanjut hingga saat ini karena operator dan regulator penerbangan di Indonesia dinilai belum cukup memenuhi standar keselamatan penerbangan ICAO. Rute Eropa Terkait dengan rencana terbang kembali ke Eropa tahun ini, Emirsyah menegaskan, ada atau tidak larangan terbang UE, Garuda memastikan tidak akan terbang ke Eropa tahun ini. "Penyebab utamanya, Garuda belum punya pesawat berbadan lebar yang baru," katanya. Emirsyah menjelaskan, sembilan pesawat berbadan lebar yang dioperasikan oleh BUMN Penerbangan itu, sudah terpakai ke sejumlah rute dan destinasi yang menguntungkan. "Jadi, tidak mungkin diambil satu, hanya untuk ke Eropa," katanya. Oleh karena itu, dia memperkirakan, rencana itu akan tertunda hingga 2010, ketika pesanan 10 pesawat baru Boeing-777ER kepada Boeing Company, terealisasi. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008