Yogyakarta (ANTARA News) - Adanya kenyataan untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) harus mengeluarkan biaya, begitu pula setelah terpilih menjadi anggota legislatif, bisa mendorong caleg berupaya mendapatkan ganti atas biaya yang telah dikeluarkan, atau ibaratnya keluar modal harus kembali modal. "Itu fenomena, dan dikhawatirkan bisa memicu keinginan anggota legislatif melakukan penyelewengan seperti menerima suap dari pihak-pihak yang berkepentingan atas keputusan DPR misalnya, terutama terkait dengan undang-undang maupun peraturan lainnya," kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arief Setiawan MSi di Yogyakarta, Sabtu. Ia menyebut contoh, seperti yang saat ini mulai terungkap yaitu kasus suap terhadap anggota DPR RI terkait dengan aliran dana Bank Indonesia (BI) serta alih fungsi lahan. Menurut dia, fenomena tersebut terjadi karena kemungkinan ketika yang bersangkutan mendaftarkan diri sebagai caleg, saat itu harus mengeluarkan sejumlah biaya, selain untuk pendaftaran, juga untuk biaya kampanye. "Biaya tersebut tentunya sebagian besar dari kantong pribadi. Jadi ibaratnya orang berdagang, karena sudah keluar modal, maka modal harus kembali atau syukur memperoleh keuntungan," katanya. Karena itu, kata Arief, ketika sudah menjadi anggota dewan, mereka akan melakukan tindakan semacam transaksi untuk meloloskan suatu undang-undang maupun peraturan demi kepentingan pihak-pihak tertentu, dengan imbalan dari pihak yang berkepentingan. Ia mengatakan fenomena caleg harus mengeluarkan biaya yang cukup banyak memang sulit dihapus, karena parpol butuh dana besar untuk kampanye dan keperluan lainnya. "Caleg yang butuh dukungan harus mengeluarkan biaya besar, sepertinya juga sudah membudaya dan sulit dihapus," katanya. Menurut Arief, sebaiknya para caleg jangan dibebani biaya terlebih dulu, biarkan mereka kampanye, dan baru setelah terpilih menjadi anggota legislatif, yang bersangkutan bisa dikenai semacam iuran untuk parpolnya. "Saat ini memang sudah ada parpol yang menerapkan kebijakan memotong gaji anggota legislatif untuk kepentingan parpol dan konstituennya," katanya. Meski demikian, kata dia, semua itu kembali ke pribadi masing-masing anggota legislatif. "Jika moralnya baik, tentu tidak akan tergoda dengan penyuapan, sehingga benar-benar melaksanakan tugas sebagai anggota dewan secara bersih," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008