Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan kinerja ekspor produk elektronik yang nilainya pada 2007 hanya mencapai 7,33 miliar dolar AS atau mengalami penurunan dibanding 2006 yang mencapai 7,99 miliar dolar AS. "Ekspor elektronik secara keseluruhan itu sekitar 7 miliar dolar AS, cakupannya banyak dari DVD, printer termasuk komponen," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Diah Maulida, di Jakarta, Minggu. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), selama Januari-Maret 2008, nilai impor produk elektronik mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat dari ekspornya. Nilai ekspor produk elektronik selama periode itu menjadi 1,7 miliar dolar AS sedangkan impornya mencapai 3,4 miliar dolar AS. Menurut Diah, peningkatan nilai impor tersebut disebabkan program hemat listrik dengan pengalihan pemakaian lampu pijar kepada lampu hemat energi (LHE). Program tersebut membutuhkan jutaan LHE yang diimpor mengingat produksi dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Produk elektronik terbanyak yang diekspor dan diimpor antara lain berupa alat elektronik untuk bisnis dan industri, media penyimpan elektronik selain hard disk, printer, monitor, dan komponen. Negara tujuan ekspor produk elektronik Indonesia antara lain, Singapura, Jepang, Amerika, China, Jerman, Belgia, Malaysia, Belanda, dan Korea Selatan. Saat ini, peranan ekspor produk elektronika baru mencakup 0,1 persen terhadap ekspor produk industri dan 0,07 persen dari total ekspor produk non migas. Pangkas prosedur pabean Diah mengatakan, salah satu upaya yang akan dikerjakan Pemerintah untuk mendorong ekspor produk elektronik yang pada 2005 melampaui angka 8 miliar dolar AS adalah dengan memperlancar angkutan dari kawasan industri ke pelabuhan. "Tidak ada masalah baru, kendalanya masalah infrastruktur dan masalah keamanan. Kita mau tekan terus sistem on track, on board. Jadi, penyelesaian kepabeanannya dilakukan di pabrik, nanti kan bisa pakai GPS (Global Positioning System) ditelusuri truknya kalau mau lari kemana (diselewengkan),"jelasnya. Diah menambahkan secara konsep, sistem tersebut telah diajukan dan kini tinggal menunggu kesiapan dan persetujuan dari Departemen Keuangan terutama Ditjen Bea Cukai. "Sekarang sehari cuma satu rit bolak balik (pabrik-pelabuhan), itu karena infrastruktur jalan jelek, dan di pintu pelabuhan masih harus mengantri. Kalau sudah diterapkan sistem on track, on board bisa langsung masuk. Kalau lancar mungkin ekspornya bisa dua sampai tiga kali lipat nilainya," papar Diah. Sistem tersebut, juga dapat diterapkan untuk produk ekspor unggulan lainnya yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan pengiriman. "Prinsipnya tidak hanya elektronik, tapi di kawasan industri kebanyakan adanya pabrik elektronik. Sistem ini penting karena ekspor produk elektronik memerlukan kecepatan delivery, jadi faktor kecepatan arus barang itu penting sekali," tambahnya. Diah yakin sistem tersebut cukup aplikatif dan bisa meminimalisir penyimpangan karena telah terbukti diterapkan di negara lain seperti Ghana. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008