Padang (ANTARA News) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumbar, Saldi Isra, menilai bila ada calon kepala daerah atau calon legislatif yang memakai mobil dinas untuk kepentingan kampanye, maka hal itu merupakan sikap yang koruptif. Hal itu disampaikan Saldi Isra, ketika menjawab pertanyaan ANTARA di Padang, Minggu, terkait berpotensinya mobil dinas dimanfaatkan dalam masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pilpres dan Pemilu. "Penggunaan mobil dinas, memang masih bisa diperdebatkan sesuai Undang-undang Pemilu, tetapi merupakan tindakan penyalahgunaan fasilitas publik," kata Saldi. Sebab, mobil dinas adalah fasilitas publik yang ditanggung pembiayaannya oleh negara, diperuntukan untuk kepentingan pelayanan masyarakat selama menjadi pejabat negara. Kendati fenomena pemanfaatan mobil dinas dalam masa kampanye bisa saja terjadi, kata dia, karena calon kepala daerah atau caleg yang ikut suksesi peserta Pilkada dan Pemilu, ada yang belum mengembalikan fasilitas publik itu. Hal itu, akan lebih rentan terjadi penggunaan mobil dinas pada Pemilu, karena masa kampanye cukup panjang hingga April 2009, sedangkan caleg sebagian dari anggota Dewan yang saat ini masih menjabat. Menurut dia, masyarakat harus kritis mencermati calon kepala daerah dan calon wakil rakyat tingkat daerah maupun pusat selama berlangsung masa kampanye. "Kapan perlu calon pejabat atau wakil rakyat yang memanfaatkan fasilitas publik, tak perlu dijatuhkan hak pilih kepada dia," katanya dan menambahkan, belum saja menjadi pemimpin/pejabat negara sudah memanfaatkan fasilitas publik, apalagi setelah duduk di kursi kekuasaan. Kondisi itu, bila ada ditemukan dilapangan oleh rakyat atau pengawas Pemilu selama masa kampanye satu indikasi cikal bakal melekat sikap koruptif pada calon pemimpin tersebut. Justru itu, masyarakat harus ikut mengawasi proses perjalanan kampanye, apakah Pilkada atau Pemilu dan bisa dijadikan catatan khusus dalam menentukan pilihan. " Menegakkan aturan secara hukum sesuai UU Pemilu, tentu kewenangan Panwaslu, tetapi masyarakat bisa menilai calon yang menggunakan fasilitas publik dalam kampanye, apakah tepat untuk dipilih atau tidak," kata Saldi.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008