Jakarta (ANTARA News) - Perwakilan negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) di kawasan Asia Tenggara menghadiri konferensi regional tentang revitalisasi pelayanan kesehatan dasar di Jakarta, Rabu. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Aburizal Bakrie, secara resmi membuka konferensi yang diiikuti 200 peserta dari Indonesia, Bangladesh, Bhutan, Korea, India, Maladewa, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste tersebut. Aburizal mengatakan, pelayanan kesehatan dasar merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan kesehatan pada masa sekarang, saat masalah kesehatan menjadi semakin kompleks dengan adanya perubahan iklim serta krisis energi dan pangan. Namun demikian, menurut Direktur Regional WHO Asia Tenggara, Samlee Plianbangcang, pendekatan pelayanan kesehatan dasar tampaknya belum diterapkan secara optimal karena hingga kini sarana pelayanan kesehatan belum tersedia secara merata sehingga belum bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat. Hal itu, katanya, terlihat dari belum tercapainya target dalam Deklarasi Alma Ata tahun 1978 tentang penerapan upaya pelayanan kesehatan dasar sebagai acuan pembangunan untuk mewujudkan akses pelayanan kesehatan untuk semua tahun 2000. "Karena itu, kita mesti melakukan revitalisasi, mengubah skenario sesuai dengan perubahan dan kompleksitas masalah yang ada sekarang," katanya. Dalam konferensi yang akan berlangsung hingga 8 Agustus 2008 tersebut, Samlee mengemukakan, juga akan dirumuskan rekomendasi dan rancangan resolusi tentang revitalisasi pelayanan kesehatan dasar yang selanjutnya diharapkan bisa menjadi resolusi bisa diadopsi oleh negara-negara anggota WHO. Sementara Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, yang juga menyampaikan sambutan pada pembukaan konferensi, mengatakan bahwa sebelum ada Deklarasi Alma Ata pun Indonesia sudah mulai menerapkan pendekatan pelayanan kesehatan dasar dalam pembangunan kesehatan. "Sejak dulu kita sudah punya Puskesmas dan di tiap desa ada lima Posyandu. Sekarang ini kita juga punya yang lebih primer lagi, Desa Siaga," katanya. Puskesmas, Posyandu dan Desa Siaga, menurut dia, merupakan perwujudan dari empat prinsip pendekatan pelayanan kesehatan dasar yakni partisipasi masyarakat, kolaborasi lintas sektor, pendayagunaan teknologi dan bercakupan luas. Ia menjelaskan pula bahwa untuk mengoptimalkan fungsi Puskesmas dan Posyandu yang sempat melemah pasca-desentralisasi, pemerintah sudah melakukan revitalisasi. "Proses revitalisasi sedang berjalan. Kita akan mengubah konsep Puskesmas yang lama. Puskesmas tidak lagi difokuskan untuk kegiatan lapangan, tapi untuk kuratif juga karena masyarakat butuh pelayanan kuratif," katanya. Ia menambahkan, pembentukan Desa Siaga pun masih berjalan. Saat ini sudah ada 34.703 Desa Siaga--desa yang memiliki satu Pos Kesehatan Desa dengan satu tenaga kesehatan dan dua kader kesehatan--di seluruh Indonesia. Menteri Kesehatan mengatakan, pada prinsipnya, desa yang sudah bisa menjadi Desa Siaga akan mampu mendeteksi masalah kesehatan di wilayahnya serta melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk menanganinya. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2008