Surabaya, (ANTARA News) - Tim pasangan Khofifah - Mudjiono (Ka-Ji) beranggapan adanya selisih suara pada penghitungan ulang di Pamekasan menunjukkan adanya kecurangan pada pemilihan gubernur Jawa Timur putaran kedua. Koordinator Humas dan Media Tim Ka-Ji Ahmad Millah mengemukakan hal itu, Jumat, menanggapi pernyataan calon wakil gubernur Saifullah Yusuf yang mengatakan bahwa kemenangan Karsa di Pamekasan membuktikan tuduhan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak terbukti. "Kami yakin andai KPU berani membuka formulir C1 KWK, selisih suara akan sangat besar, karena disitulah tercatat jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang hadir berapa dan tidak hadir berapa, serta berapa surat suara yang terpakai dan sisanya berapa," katanya. Ahmad Millah mengatakan sangat mungkin surat suara yang tersisa dicoblos sendiri. "Jadi, Ka-Ji sebenarnya menang di Pamekasan, jika penghitungan disesuaikan dengan C1 KWK, dan akhirnya kami bertanya kenapa KPU tidak membagikan C1 KWK. Ada apa di balik itu semua," katanya. Tim Ka-Ji melihat ada indikasi upaya menutupi kecurangan pada pilgub Jatim putaran kedua dengan kecurangan baru pada penghitungan ulang. "Melihat banyaknya kejanggalan pada penghitungan ulang dapat disimpulkan bahwa problem pilgub sebenarnya bukan pada masyarakat Madura, tetapi pada penyelenggara pilgub itu sendiri," katanya. Ketika MK memutuskan harus ada pencoblosan ulang di Bangkalan dan Sampang serta penghitungan ulang di Pamekasan, kata dia KPU telah menjadi bagian dari masalah pilgub itu sendiri. Oleh karena itu, menurut dia seharusnya pencoblosan ulang dan penghitungan ulang diselenggarakan oleh KPU baru atau panitia sendiri. "KPU yang sudah cacat tentu sulit untuk dipercaya lagi. Mengenai adanya pendapat bahwa biaya coblosan ulang seharusnya ditanggung penggugat, pendapat tersebut bagi tim Ka-Ji sebenarnya tidak masuk akal, sebab ketika MK memutuskan pilgub diulang, pihak penggugat posisinya sebagai korban Pilgub yang tidak Jurdil," katanya. Dalam hal ini, KPU harus bertanggung jawab karena telah bekerja tidak profesional," katanya.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009