Darwin (ANTARA News) - Tiga dari enam awak kapal nelayan Indonesia "Bahtera Gaharu" akan dibebaskan otoritas Australia dari tuntutan hukum karena mereka tercatat baru pertama kali tertangkap memasuki perairan utara negara itu, kata Sekretaris III/Staf Fungsi Pensosbud Konsulat RI Darwin, Wahono Yulianto. "Ada rencana (otoritas Australia), tiga dari enam ABK `Bahtera Gaharu` akan dibebaskan, sedangkan tiga lagi akan menghadapi tuntutan (hukum Australia)," katanya kepada ANTARA News di Darwin, Senin. Ke-enam nelayan Indonesia itu ditangkap kapal patroli keamanan perairan utara Australia pada 3 Agustus pagi pukul 10.56 waktu setempat. Mereka kini ditahan di pusat penahanan (detention center) imigrasi Australia di Darwin, katanya. "Kita belum mengetahui nama kapten (nakhoda) dan ABK. Baru besok (Selasa) kita mengunjungi mereka untuk melakukan cross check (mengumpulkan dan cek silang informasi). Hari ini (Senin) pemeriksaan kesehatan mereka selesai," kata Wahono. Sesuai dengan informasi awal yang diterima, tiga ABK akan "dibebaskan" dari tuntutan hukum karena mereka baru pertama kali ditangkap, katanya. Sebelumnya, Sekretaris II Fungsi Pensosbud Konsulat RI Darwin Arvinanto Soeriaatmadja mengatakan, pihaknya sudah menerima notifikasi penangkapan kapal ikan Indonesia itu dari Otoritas Manajemen Perikanan Australia (AFMA) pada 4 Agustus 2008. Kapal ikan kayu yang dikategorikan AFMA sebagai "tipe dua" itu ditangkap di dalam zona penangkapan ikan Australia di utara Cape Londonderry namun konfirmasi terhadap alasan penangkapan versi nelayan Indonesia akan dilakukan pada saat para staf Konsulat RI Darwin berkunjung ke pusat penahanan Selasa (12/8), katanya. Arvinanto mengatakan, pihaknya belum mengetahui identitas keenam orang nelayan Indonesia itu namun kapal mereka sudah "dihancurkan" otoritas Australia di lokasi penangkapan karena alasan karantina. Penangkapan enam orang anak buah kapal "Bahtera Gaharu" itu kembali mengisi kompleks pusat penahanan imigrasi Darwin setelah sempat kosong dari kehadiran nelayan-nelayan Indonesia selama lebih dari dua pekan. April lalu, otoritas Imigrasi Australia sempat menahan sedikitnya 253 nelayan Indonesia di pusat penahanan Darwin. Mereka merupakan awak dari 33 kapal ikan yang ditangkap kapal-kapal patroli negara itu. Terkait perihal penangkapan kapal-kapal ikan Indonesia ini, mengutip pengakuan banyak nelayan Indonesia, Konsul RI Darwin Harbangan Napitupulu mengatakan di antara mereka ada yang ditangkap saat masih berada di dalam juridiksi perairan Indonesia. Menteri Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Australia, Tony Burke, bahkan akhirnya mengakui kepada parlemen negara itu bahwa sebanyak 55 nelayan Indonesia yang ditahan di Pusat Penahanan Darwin April lalu terbukti tidak melanggar kedaulatan perairan Australia. Para nelayan itu kemudian diberi kompensasi atas kapal-kapal mereka yang dihancurkan aparat Australia pada saat penangkapan. Sikap Australia yang lebih terbuka ini menandakan hubungan kedua negara sudah semakin baik dan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada secara baik. Berdasarkan MoU Box 1974, para nelayan tradisional Indonesia masih memiliki akses penangkapan di zona khusus sebagaimana tertera dalam peta yang disepakati ke dua negara. Kawasan yang diperbolehkan Australia bagi para nelayan tradisional Indonesia adalah Kepulauan Karang Scott, Seringapatam, Pulau Browse, Kepulauan Karang Ashmore, Pulau Cartier dan perairan di sekitarnya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008