Jakarta, (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia tidak akan memenuhi permintaan Kongres Amerika Serikat untuk membebaskan dua orang terpidana kasus pengibaran bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM). Pemerintah juga akan membalas surat Kongres AS yang meminta pembebasan itu melalui Dubes Indonesia di Washington. "Secara diplomatis, politis, ekonomis, dan moral posisi kita sangat kuat dan tidak perlu kebakaran jenggot," kata Juru Bicara Presiden Dino Patti Djalal di Kantor Presiden Jakarta, Selasa. "Presiden tidak akan membalasnya, yang akan membalas adalah Deplu melalui Dubes kita di AS. Alasannya, kita terlalu banyak urusan penting, seperti 17 Agustus dan sebagainya," katanya pula. Menurut dia, dari surat yang dikirim Kongres AS itu terlihat bahwa mereka kurang mendapat informasi yang berimbang dan banyak mendapat pengaruh dari kelompok-kelompok yang sudah lama bersikap apriori atau anti Indonesia di Washington. "Surat dari Kongres AS sering kita terima dan bukan ini saja. Kongres AS kan kongres yang paling latah sedunia dan merasa paling berhak mengomentari masalah-masalah luar negeri di negara manapun. Kita sudah kenyang," katanya. Ditambahkannya, surat yang ditandatangani 40 anggota Kongres itu biasanya hanya diprakarsai oleh satu orang, dan meminta anggota kongres lain mengikutinya. "Saya tekankan teman dan sahabat kita di Kongres AS lebih banyak dan Dubes AS juga menekankan bahwa posisi politik mereka tetap sama mendukung NKRI termasuk Papua sebagai bagian dari NKRI," katanya. Dikatakannya, tidak ada satu pun negara di dunia yang mendukung gerakan separatis Papua, termasuk seluruh anggota PBB mendukung NKRI dan Papua sebagai bagian NKRI. Menurut Dino, dalam surat balasan yang akan dikirimkan Dubes Indonesia di Washington, Indonesia akan menjelaskan mengenai masalah Papua serta penjelasan mengenai kasus kedua orang Papua yang telah dipidana karena mengibarkan bendera OPM. "Mengibarkan bendera separatis di bumi kita berlawanan dengan hukum dan akan diproses secara hukum. Mereka seharusnya menghormati kita untuk menegakkan hukum kita sendiri," katanya. (*)

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2008