Moskow (ANTARA News) - Presiden Rusia Dmitry Medvedev telah memerintahkan kepada para pemimpin pertahanan untuk menghentikan operasi militer Rusia terhadap Georgia. "Saya telah mengambil keputusan mengakhiri operasi untuk memaksa pihak penguasa Georgia melakukan perdamaian," kata Medvedev dalam satu pertemuan yang disiarkan televisi itu. "Tujuan operasi itu telah tercapai... Keamanan pasukan pemeliharaan perdamaian kami dan penduduk sipil telah dipulihkan," katanya dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan Anatoly Serdyukov dan kepala staf umum militer, Nikolai Makarov. "Agresor itu telah dihukum dan menderita kerugian yang signifikan," katanya seperti dilaporkan AFP. Medvedev yang berwenang mengakhiri permusuhan itu, mengatakan bahwa dalam kaitan dengan serangan-serangan baru Georgia di wilayah Ossetia Selatan yang memberontak, seperti ancaman-ancaman harus "dilenyapkan." Seorang komandan senior militer Rusia juga mengatakan bahwa walaupun satu gencatan senjata diberlakukan dan penghentian gerak maju mereka ke Georgia tidak berarti bahwa semua operasi akan dihentikan. "Jika kami telah menerima perintah gencatan senjata, ini tidak berarti bahwa kami harus menghentikan semua aksi termasuk pengawasan," kata Jendral Anatoly Nogovitsyn dalam satu pernyataan singkat. Perintah Medvedev itu diumumkan persis saat Presiden Prancis Nicolas Sarkozy tiba di Moskow untuk melakukan perundingan yang bertujuan mengakhiri konflik di Georgia, yang berpusat di Ossetia Selatan. Prancis, yang sekarang ketua bergilir Uni Eropa mengajukan satu rencana perdamaian tiga pasal yang bertujuan mengembalikan situasi di Georgia pada keadaan semula sebelum perang yang meletus akhir pekan lalu. Sementara itu di lapangan, pihak berwenang Georgia mengatakan angkatan udara Rusia kembali berusaha membom sebuah pipa minyak strategis, Baku-Tbilisi-Ceyhan, yang menghubungi Laut Kspia ke Laut Tengah melalui Georgia. Tidak ada segera pernyataan tentang apakah pipa minyak itu rusak. Para pejabat Georgia , Minggu mengatakan Rusia berusaha menyerang pipa minyak itu tetapi gagal, walaupun Rusia membantah mentargetkannya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008