Bengkulu (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu akan menggelar Temu Rakyat Korban Tambang pada 19 - 20 Agustus 2008. Kegiatan ini merupakan bagian dari agenda Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup (PDLH) Walhi Bengkulu untuk menentukan pimpinan Walhi Bengkulu periode 2008-1012, kata Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu Ali Akbar, Jumat. Agenda temu rakyat koban tambang ini diangkat mengingat isu tambang khususnya pasir besi di sepanjang Pesisir Pantai Barat yang rawan bencana alam semakin mengemuka. Saat ini terdapat aktivitas tambang pasir besi di Kecamatan Ilir Talo Kabupaten Seluma yang menimbulkan keresahan warga dua desa yaitu Desa Penago Baru dan Desa Rawa Indah. Tambang yang dioperasikan PT Famiaterdio Niagara (FN) melakukan eksploitasi di sekitar bibir Pantai Penago dengan membendung dua sungai yaitu Sungai Penanakan dan Sungai Penago, katanya, mendapat tantangan dari masyarakat yang disampaikan langsung ke Walhi Bengkulu. "Pada temu rakyat korban tambang ini nantinya kita akan menghadirkan pemangku kepentingan untuk dipertemukan langsung dengan sekitar 1000 warga korban tambang," kata Ali Akbar. Selain itu, masih terdapat enam perusahaan tambang pasir besi yang melakukan eksplorasi di Kabupaten Seluma yaitu PT Sridijaya Alam Lestari dengan konsesi wilayah seluas 1.500 ha, PT Semaku Selatan Sakti seluas 1.922 ha, PT Bengkulu Mutiara Hitam seluas 250,90 ha, PT Syahid Indah Utama seluas 2.000 ha, PT Pacifix Cosmos Indonesia seluas 5.370 ha, dan PT Sriwidjaya Alam Lestari seluas 3.383 ha. Dari identifikasi Walhi, katanya, lokasi potensial tambang ini berada di sepanjang Pantai Ngalam, Padang Genting, Pasar Talo (lokasi tambang PT FN seluas 3.645 ha) dan Semidang Alas Maras. Beberapa dampak yang diterima masyarakat dari aktivitas tambang pasir besi diantaranya perubahan bentang alam di sekitar hutan pantai sehingga mengakibatkan abrasi pantai. Pemukiman yang hanya berjarak 50 meter dari bibir pantai terancam keberadaannya. "Hutan pantai selama ini menjadi lindung desa dari terjangan angin pantai dan masyarakat juga mengalami kerugian dengan pembendungan dua sungai untuk kepentingan perusahaan sehingga menimbulkan banjir ke lahan pertanian masyarakat, bahkan dua desa ini juga terancam banjir," jelasnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008