Jakarta,(ANTARA News) - Satu kotak sarapan pagi berisi nasi kuning, tempe orek, dan telur balado dijual dengan harga Rp7.000. Harga itu tidak berubah meski harga bahan bakar naik. Dua bulan kemudian, harga sarapan pagi itu masih sama, kecuali telur balado yang tadinya utuh sebutir menjadi setengah butir, dan setengahnya lagi digantikan sepotong tahu. "Harga telur sekarang mahal, Rp 15.000 per kilo," ujar si penjual memberi penjelasan. Bukan hanya telur, katanya, harga beras pun tinggi. Selama beberapa bulan ini, harga beras memang cenderung stabil, namun pada tingkat yang tinggi. Menurut Departemen Perdagangan, harga beras di beberapa pasar di DKI Jakarta khususnya untuk jenis IR64 III (kualitas yang umum dikonsumsi masyarakat) berkisar Rp5.100 hingga Rp5.800 per kg. Padahal, pemerintah memasang patokan harga beras Rp4.750 hingga Rp6.500 per kg. Harga beras IR64 III memang selalu stabil di bawah harga patokan itu, namun hanya di tingkat grosir. Di tingkat eceran harga beras lebih bervariasi. Untuk mempertahankan konsumennya, para pedagang mengoplos beras agar bisa menjual dengan harga yang sesuai kemampuan konsumennya. Pembeli pun masih dapat menemukan beras yang dijual dengan harga Rp4.200 per liter. Sementara itu, harga daging ayam dan telur masih terus naik sejak menembus angka Rp20.000 per kg pada Mei. Kini harga daging ayam rata-rata mencapai Rp22.658 per kg. Sedangkan telur ayam yang pada hari Raya Idul Fitri tahun lalu hanya Rp11.000 per kg naik menjadi Rp15.470 per kg. Harga cabai merah yang pada Lebaran tahun lalu mencapai Rp13.000 per kg kini telah melampaui Rp23.000 per kg. Bawang merah pun mengalami kenaikan harga yang fantastis; dari Rp7.879 selama bulan puasa 2007 kini telah mencapai harga Rp12.460 per kg. Tepung terigu pun naik lebih dari 50 persen jika dibandingkan dengan bulan puasa tahun lalu, yaitu dari Rp5.143 per kg menjadi Rp7.752 per kg. Hingga kini, hanya empat bahan pangan yang dikendalikan kenaikan harganya oleh pemerintah yaitu beras, gula, dan yang terbaru adalah minyak goreng dan kedelai. Untuk beras, pemerintah memiliki stok yang bisa dikucurkan kapan pun dibutuhkan. Namun untuk tiga komoditi lainnya pemerintah tak memiliki stok. Biasanya, kekurangan gula akan diatasi dengan impor atau operasi pasar gula yang dilakukan pabrik gula secara sukarela. Khusus untuk minyak goreng dan kedelai, pengendalian harga hanya dilakukan dengan pemberian subsidi harga sementara. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu pernah mengatakan pemerintah sedang membahas upaya menangani kenaikan harga daging ayam dan telur. Namun, hingga kini belum ada kemajuan. Sistem peringatan dini Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan (Depdag), setiap harinya memantau perkembangan harga 22 bahan kebutuhan pokok masyarakat termasuk mie instan, cabai, ikan teri, hingga singkong. Sejak tahun lalu, pemerintah menjanjikan akan adanya semacam sistem peringatan dini untuk kenaikan harga bahan pangan. Depdag menargetkan sebanyak 66 kabupaten/kota akan tergabung dalam jaringan sistem peringatan dini (Early Warning System/EWS) untuk antisipasi kenaikan harga bahan pokok itu. Saat ini, baru 20 kabupaten dan kota yang memiliki sistem pemantauan harga terintegrasi dengan Depdag. Dengan EWS, pemerintah berharap bisa mengambil langkah taktis menghadapi kenaikan harga bahan pokok dengan cepat sebelum pengaruh kenaikan harga di suatu daerah meluas ke daerah lain dan menyebabkan gejolak di masyarakat. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Mohammad Nuh pernah mengatakan pembangunan sistem akan selesai pada Februari 2008. Sistem itu diharapkan dapat menghentikan upaya penimbunan dan spekulasi harga, karena hal itu terjadi selama ini akibat tidak adanya informasi berkaitan tentang persediaan atau stok secara pasti. "Jika di suatu daerah terpantau adanya harga naik akibat kurangnya persediaan, pemerintah bisa segera bertindak untuk menstabilkan harga dengan berbagai macam cara, mulai dari memperbanyak stok dari dalam negeri atau pun impor bila stok dalam negeri memang tidak memadai," katanya. Menghadapi bulan puasa dan hari raya Idul Fitri tahun ini, Mendag mengatakan stok berbagai kebutuhan pokok dinilai cukup. Kenaikan harga diprediksi hanya berkisar 10 persen akibat faktor musiman. Sementara itu, harga minyak bumi mulai melemah meski belum stabil. Penurunan harga minyak itu menyeret harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) serta minyak goreng untuk turun kembali. Namun, tidak demikian dengan jagung dan harga pakan ternak. Menjelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri, permintaan masyarakat pasti tinggi. Itulah saatnya para pedagang menangguk keuntungan. Stok yang cukup tentu bukan alasan untuk berpangku tangan. Pemerintah mesti waspada, dengan infrastruktur jalan dan pelabuhan yang masih tidak bisa dinilai baik, bukan tidak mungkin terjadi hambatan distribusi. Setiap tahun menjelang Idul Fitri, harga daging dan kebutuhan hari raya lainnya pasti melonjak gila-gilaan. Mungkinkah cukup dengan hanya sistem peringatan dini? Ataukah perlu meniru Malaysia dengan membuat semacam "Price Control Act" (Undang-undang pengendalian harga kebutuhan pokok)? (*)

Oleh Oleh Eko Listiyorini
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2008